LQ45 Lebih Tinggi dari IHSG, Ditopang SCMA, CPIN & PWON

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
11 September 2019 16:57
Emiten LQ45 dengan cuan tertinggi sepanjang perdagangan hari ini di antaranya SCMA (+6,77%), CPIN (+5,91%), PWON (+5,34%), BBTN (+4,81%), dan WIKA (+4,41%).
Foto: Infografis/ Anggota baru Indeks LQ45 Yang Masuk dan Yang Terdepak /Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks LQ45, indeks saham bluechips Indonesia, berhasil finis di zona hijau pada penutupan perdagangan hari ini (11/9/2019). Indeks LQ45 tercatat menguat 0,89% ke level 1.002,55, yang tidak terlepas dari pergerakan konstiuennya ada yang naik 7%.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya naik 0,71% ke level 6.381,95.

Data pasar menunjukkan emiten LQ45 dengan cuan tertinggi sepanjang perdagangan hari ini di antaranya PT Surya Citra Media Tbk/SCMA (+6,77%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+5,91%), PT Pakuwon Jati Tbk/PWON (+5,34%), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (+4,81%), dan PT Wijaya Karya Tbk/WIKA (+4,41%).

Dari kelima emiten tersebut, hanya BBTN yang diobral oleh investor asing dengan mencatatkan aksi jual bersih mencapai Rp 46,17 miliar. Sedangkan emiten yang paling banyak dikoleksi oleh investor asing adalah WIKA yang mampu membukukan aksi beli bersih senilai Rp 28,43 miliar.

Lebih lanjut, emiten CPIN diburu oleh pelaku pasar didorong oleh sentimen program pemusnahan (culling program) yang dijadwalkan berlangsung sepanjang September.

Program tersebut kembali dijalankan karena pemerintah mencatat adanya kelebihan pasokan daging ayam ras di bulan hingga Agustus mencapai 7,29% dari total kebutuhan nasional.

Berdasarkan data produksi bulan Juli, Danareksa Sekuritas memproyeksi, program pemusnahan ini dapat memangkas produksi DOC sekitar 15,9% untuk periode 5-23 Oktober, dan sekitar 14,7% selama 24-29 Oktober.

Program culling kali ini diestimasi akan menjadi program pemusnahan DOC kedua terbesar setelah program culling di bulan Mei 2017.

Sementara itu, PWON dan WIKA dilirik pelaku pasar karena emiten di sektor properti dan infrastruktur dianggap cocok untuk mengamankan aset-aset investor, seperti yang disampaikan oleh Ketu Umum Asosiasi Analisis Efek Indonesia (AAEI) Edwin Sebayang kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/9/2019).

Seperti diketahui, beberapa bulan belakangan ini ruang gerak investor dihantui oleh ancaman resesi yang terlihat dari pergerakan inversi atas imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) dan laju pertumbuhan ekonomi negara maju, seperti Jepang dan Inggris, yang melambat.

Belum lagi friksi dagang AS-China yang berkepanjangan turut menyakiti rantai pasokan global yang juga menjadi faktor yang berkontribusi atas perlambatan ekonomi dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Investasi di Saham, Cuan 8 Kali Lipat Dibanding Nabung!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular