
Duh Grafik Yuan vs Rupiah Menukik Curam, Ngeri Sedap Nih!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 September 2019 19:03

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Mata uang yuan China kembali melemah melawan rupiah pada perdagangan Senin (9/9/19), setelah mencatat penurunan dua pekan berturut-turut. Performa negatif hari ini membuat yuan kini berada di level terlemah lebih dari dua tahun melawan rupiah, tepatnya sejak Juli 2017.
Yuan hari ini melemah 0,58% ke level Rp 1.967,92 di pasar spot melansir data Refinitiv. Pelemahan mata uang yang juga disebut renminbi ini bukan kabar bagus. Produk-produk Made in China bisa membanjiri pasar dalam negeri akibat kurs yuan lebih murah.
Impor dari Tiongkok yang makin deras bisa jadi menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit semakin membengkak, dan tentunya akan berdampak pada defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di bulan Juli defisit neraca dagang RI tercatat sebesar US$ 63,5 juta.Â
Pelemahan yuan terjadi akibat penurunan ekspor China. Pada Agustus, ekspor China turun 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY), lebih buruk dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan naik 2% YoY. Apalagi kalau dibandingkan Juli yang tumbuh 3,3% YoY.
Di sisi lain, rupiah mendapat sentimen positif dari membaiknya sentimen investor global. Sentimen yang membaik tentunya membuat minat atau selera terhadap risiko (risk appetite) meningkat, hal tersebut tercermin dari menghijaunya bursa saham global.
Di kala risk appetite meningkat maka rupiah akan sangat diuntungkan. Sebagai aset negara emerging market rupiah memberikan imbal hasil yang tinggi tentunya akan menarik minat investasi.
Meningkatnya risk appetite investor tidak lepas dari ekspektasi digelontorkannya stimulus moneter dari berbagai negara untuk memacu laju perekonomian.
Pada pekan lalu bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps untuk semua bank. Kebijakan ini diperkirakan mampu memompa likuiditas sebanyak CNY 900 miliar dan menurunkan suku bunga kredit perbankan.
Setelah PBoC, dan European Central Bank (ECB), Bank of Japan (BoJ), dan tentunya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan diprediksi kuat akan menggelontorkan stimulus, baik dengan pemangkasan suku bunga ataupun program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) di bulan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jaga Kestabilan Rupiah, BI-7 D RRR Diprediksi Sulit
Yuan hari ini melemah 0,58% ke level Rp 1.967,92 di pasar spot melansir data Refinitiv. Pelemahan mata uang yang juga disebut renminbi ini bukan kabar bagus. Produk-produk Made in China bisa membanjiri pasar dalam negeri akibat kurs yuan lebih murah.
Impor dari Tiongkok yang makin deras bisa jadi menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit semakin membengkak, dan tentunya akan berdampak pada defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.
Pelemahan yuan terjadi akibat penurunan ekspor China. Pada Agustus, ekspor China turun 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY), lebih buruk dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan naik 2% YoY. Apalagi kalau dibandingkan Juli yang tumbuh 3,3% YoY.
Di sisi lain, rupiah mendapat sentimen positif dari membaiknya sentimen investor global. Sentimen yang membaik tentunya membuat minat atau selera terhadap risiko (risk appetite) meningkat, hal tersebut tercermin dari menghijaunya bursa saham global.
Di kala risk appetite meningkat maka rupiah akan sangat diuntungkan. Sebagai aset negara emerging market rupiah memberikan imbal hasil yang tinggi tentunya akan menarik minat investasi.
Meningkatnya risk appetite investor tidak lepas dari ekspektasi digelontorkannya stimulus moneter dari berbagai negara untuk memacu laju perekonomian.
Pada pekan lalu bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps untuk semua bank. Kebijakan ini diperkirakan mampu memompa likuiditas sebanyak CNY 900 miliar dan menurunkan suku bunga kredit perbankan.
Setelah PBoC, dan European Central Bank (ECB), Bank of Japan (BoJ), dan tentunya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan diprediksi kuat akan menggelontorkan stimulus, baik dengan pemangkasan suku bunga ataupun program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) di bulan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jaga Kestabilan Rupiah, BI-7 D RRR Diprediksi Sulit
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular