
Sekawan & Grahamas Sudah Didepak dari BEI, Siapa Menyusul?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menghapuskan pencatatan (delisting) dua emiten yang dinilai sudah tidak memiliki performa baik sebagai emiten. Saham perusahaan tidak aktif diperdagangkan, sementara kinerja perusahaan juga tak kunjung membaik.
Adapun dua emiten tersebut yakni PT Sekawan Intipratama Tbk. (SIAP) yang didepak dari bursa pada 17 Juni 2019 dan PT Grahamas Citrawisata Tbk. (GMCW) yang sudah dihapuskan dari papan bursa sejak 13 Agustus 2019.
SIAP 'diusir' dari papan perdagangan karena sebagai emiten pertambangan batu bara, perusahaan tersebut sudah tak lagi berproduksi sejak April 2015. Sahamnya juga sudah disuspensi atau dihentikan sementara perdagangan sejak 9 November 2015, atau suspensi ini sudah diberlakukan selama 44 bulan hingga pencatatan sahamnya dihapuskan.
Di sisi lain, menurut surat yang disampaikan ke bursa, delisting GMCW dilakukan karena adanya peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat baik secara finansial maupun hukum sebagaimana tertuang dalam butir III.3.1.1 aturan bursa mengenai penghapusan pencatatan dan pencatatan kembali di bursa.
Hal ini berhubungan dengan kinerja perusahaan yang terus menurun selama beberapa periode. Emiten ini fokus pada bisnis perhotelan, restoran dan layanan kepada wisatawan, serta berbasis di Sumatera Barat.
Dari sisi kinerja, sebagai gambaran, hingga akhir Juni 2019 lalu perusahaan mencatatkan penurunan pendapatan 10,13% sebesar Rp 13,34 miliar dari Rp 14,85 miliar pada periode sama tahun lalu.
Beban usaha tercatat meningkat 4,19% jadi Rp 7,15 miliar pada periode tersebut dari sebelumnya Rp 6,85 miliar. Sementara itu, rugi bersih meningkat signifikan jadi Rp 342,43 miliar dari tahun lalu hanya Rp 51,28 miliar.
Delisting ini masuk dalam ketentuan III.3.1 Peraturan Bursa No. I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa dengan dua kriteria.
Kriteria pertama yakni mengalami kondisi, atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha emiten, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai emiten. Tak hanya itu, emiten tersebut juga tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Kedua, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Beberapa perusahaan yang bakal menyusul dua perusahaan ini untuk delisting antara lain PT Bara Jaya Internasional Tbk. (ATPK), PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. (BORN), dan PT Danayasa Arthatama Tbk. (SCBD).
Simak saham tidur konglomerat Indonesia
(tas) Next Article Jadi 'Korban' Corona, IHSG Ambles 6,9%, Asing Masih Kabur!
