
Analisis
Eksternal Tak Kondusif, Mohon Maaf Rupiah Belum Bisa Menguat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 September 2019 12:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (3/8/19). Tidak seperti Senin kemarin, pelemahan hari ini terbilang lumayan dalam.
Situasi eksternal yang tidak kondusif membuat rupiah sulit menguat pada hari ini. Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga mengalami hal yang sama. Seperti diketahui sebelumnya, babak baru perang dagang antara AS dengan China resmi dimulai pada 1 September lalu.
AS mengenakan bea masuk 15% untuk importasi produk asal China senilai US$ 125 miliar di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki. Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai US$ 250 juta.
Sementara China mengenakan bea masuk 5-10% untuk importasi produk made in the USA senilai US$ 75 miliar. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China.
Selain babak baru perang dagang, kini ada "babak tambahan" lagi. China mengadukan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tidak disebutkan rincian dari laporan itu, tetapi China menyatakan kebijakan AS telah mempengaruhi ekspor mereka sebesar US$ 300 miliar.
"China telah melakukan tindakan yang unilateral dan kebijakan industri yang agresif kepada para mitra dagangnya untuk secara tidak adil mencuri dan menguasai teknologi. AS menerapkan bea masuk untuk menghapus kebijakan China yang tidak adil dan mengganggu," tegas pembelaan tertulis dari Washington, seperti diberitakan Reuters.
AS punya waktu 60 hari untuk menyelesaikan perkara ini, sesuai aturan WTO. Kemudian China bisa meminta keberatan, dan prosesnya bisa memakan waktu hitungan tahun. Namun jika China menang, maka mereka berhak menjatuhkan sanksi perdagangan kepada AS.
Seakan masih kurang, gejolak politik di Inggris semakin memperburuk sentimen investor. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson sedang mendapat perlawanan dari Parlemen Inggris. Sebelumnya PM Johnson melakukan manuver politik yang bisa memuluskan langkahnya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dengan atau tanpa kesepakatan (no-deal).
PM Johnson menetapkan Pidato Ratu Inggris (Queen's Speech) pada 14 Oktober, yang menjadi awal resmi parlemen Inggris kembali aktif. Ini berarti Parlemen Inggris punya waktu sekitar 2 minggu membahas proposal Brexit.
Dengan singkatnya waktu pembahasan tentu akan memberikan kesulitan bagi Parlemen Inggris. Jika sampai 31 Oktober tidak ada Perjanjian Penarikan (withdrawal agreement) yang baru, maka secara otomatis no-deal Brexit akan mulus. Parlemen Inggris akan kembali dari masa reses hari ini, dan punya waktu kurang lebih sepekan sebelum kembali reses.
Pimpinan oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn, mengatakan hal yang pertama dilakukan Selasa besok adalah mencoba membuat undang-undang mencegah keputusan Johnson menetapkan Queen's Speech pada 14 Oktober, di saat yang sama juga mengajukan mosi tidak percaya.
PM Johnson kembali bermanuver dengan menyatakan akan mengadakan pemilu sela jika parlemen mencoba menjegal rencananya. Pemilu sela tentunya dimaksudkan untuk mengubah komposisi parlemen agar diisi lebih banyak pendukungnya.
Apalagi, masyarakat Inggris sepertinya "sudah lelah" dengan tarik ulur masalah Brexit sehingga PM Johnson dan Partai Konservatif pimpinannya berpeluang akan memenangi pemilu dan menambah kursi mayoritas di parlemen yang didominasi oleh pendukungnya.
Kurang kondusifnya situasi eksternal tersebut membuat rupiah sulit untuk menguat hari ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Situasi eksternal yang tidak kondusif membuat rupiah sulit menguat pada hari ini. Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga mengalami hal yang sama. Seperti diketahui sebelumnya, babak baru perang dagang antara AS dengan China resmi dimulai pada 1 September lalu.
AS mengenakan bea masuk 15% untuk importasi produk asal China senilai US$ 125 miliar di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki. Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai US$ 250 juta.
Sementara China mengenakan bea masuk 5-10% untuk importasi produk made in the USA senilai US$ 75 miliar. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China.
Selain babak baru perang dagang, kini ada "babak tambahan" lagi. China mengadukan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tidak disebutkan rincian dari laporan itu, tetapi China menyatakan kebijakan AS telah mempengaruhi ekspor mereka sebesar US$ 300 miliar.
"China telah melakukan tindakan yang unilateral dan kebijakan industri yang agresif kepada para mitra dagangnya untuk secara tidak adil mencuri dan menguasai teknologi. AS menerapkan bea masuk untuk menghapus kebijakan China yang tidak adil dan mengganggu," tegas pembelaan tertulis dari Washington, seperti diberitakan Reuters.
AS punya waktu 60 hari untuk menyelesaikan perkara ini, sesuai aturan WTO. Kemudian China bisa meminta keberatan, dan prosesnya bisa memakan waktu hitungan tahun. Namun jika China menang, maka mereka berhak menjatuhkan sanksi perdagangan kepada AS.
Seakan masih kurang, gejolak politik di Inggris semakin memperburuk sentimen investor. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson sedang mendapat perlawanan dari Parlemen Inggris. Sebelumnya PM Johnson melakukan manuver politik yang bisa memuluskan langkahnya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dengan atau tanpa kesepakatan (no-deal).
PM Johnson menetapkan Pidato Ratu Inggris (Queen's Speech) pada 14 Oktober, yang menjadi awal resmi parlemen Inggris kembali aktif. Ini berarti Parlemen Inggris punya waktu sekitar 2 minggu membahas proposal Brexit.
Dengan singkatnya waktu pembahasan tentu akan memberikan kesulitan bagi Parlemen Inggris. Jika sampai 31 Oktober tidak ada Perjanjian Penarikan (withdrawal agreement) yang baru, maka secara otomatis no-deal Brexit akan mulus. Parlemen Inggris akan kembali dari masa reses hari ini, dan punya waktu kurang lebih sepekan sebelum kembali reses.
Pimpinan oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn, mengatakan hal yang pertama dilakukan Selasa besok adalah mencoba membuat undang-undang mencegah keputusan Johnson menetapkan Queen's Speech pada 14 Oktober, di saat yang sama juga mengajukan mosi tidak percaya.
PM Johnson kembali bermanuver dengan menyatakan akan mengadakan pemilu sela jika parlemen mencoba menjegal rencananya. Pemilu sela tentunya dimaksudkan untuk mengubah komposisi parlemen agar diisi lebih banyak pendukungnya.
Apalagi, masyarakat Inggris sepertinya "sudah lelah" dengan tarik ulur masalah Brexit sehingga PM Johnson dan Partai Konservatif pimpinannya berpeluang akan memenangi pemilu dan menambah kursi mayoritas di parlemen yang didominasi oleh pendukungnya.
Kurang kondusifnya situasi eksternal tersebut membuat rupiah sulit untuk menguat hari ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular