
Ayo Nabung Emas! Masih Bisa Naik, AS-China Belum Damai
CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
03 September 2019 06:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Arah pergerakan harga emas dunia sedang dicermati oleh para pemodal saat pasar keuangan global sedang bergejolak.
Pada peradangan awal pekan, harga emas dunia sempat menguat tipis. Setelah selama sepekan terakhir, harga emas terkoreksi tipis 0,01%.
Namun jelang siang hari, harga emas mulai ini meredup dan penguatannya terus terpangkas. Hingga akhirnya tadi malam harga emas sempat menguat lagi 0,28% ke level 1.533,75/troy ounce.
Mulai berlakunya tarif impor baru antara Amerika Serikat (AS) dan China per 1 September sempat mendongkrak kinerja emas.
Namun secara teknikal, harga emas tampaknya masih dalam tren koreksi.
Harga emas dibuka gap up (level open lebih tinggi dibandingkan level close perdagangan sebelumnya) dan perlahan berbalik turun. Pergerakan yang lumrah terjadi jika ada gap maka harga emas akan menutup gap tersebut terlebih dahulu. Pada pukul 13:26 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.524,89, berdasarkan data investing.com.
Pada grafik harian, emas yang disimbolkan XAU/USD masih bergerak di kisaran rerata pergerakan (Moving Average/MA) MA 8 hari (garis biru), dan di atas MA 21 hari (garis merah) sertaMA 125 hari (garis hijau).
Indikator rerata pergerakan konvergen divergen (MACD) di wilayah positif dan bergerak naik, histogram kembali kembali ke wilayah negatif, memberikan gambaran momentum penguatan emas yang menurun.
Pada time frame 1 jam, emas bergerak di kisaran MA dan MA 21, tetapi di bawah MA 125. Indikator stochastic bergerak turun dan mendekati wilayah jenuh jual (oversold).
Emas saat ini bergerak di bawah resisten terdekat di kisaran (tahanan atas) US$ 1.526/troy ons. Selama tertahan di bawah resisten tersebut, emas berpeluang turun menguji kembali area US$ 1.519. Penembusan di bawah level tersebut akan membuka peluang emas turun ke US$ 1.514/troy ons.
Sementara jika berhasil menembus di atas US$ 1.526/troy ons, emas berpeluang naik kembali ke US$ 1,530. Diperlukan penembusan dan gerakan konsisten di atas level tersebut untuk melanjutkan kenaikan emas ke level US$ 1.535, atau lebih tinggi ke level US$ 1. 539/troy ons.
Secara keseluruhan, selama tidak menembus ke atas US$ 1.530/troy ons, emas masih cenderung melemah pada hari ini.
Sementara itu, Harga emas acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik Rp 5.000 (0,7%) menjadi Rp 719.000 per gram, dari Rp 714.000 per gram akhir pekan lalu.
Berdasarkan harga Logam Mulia di gerai Butik Emas LM - Pulo Gadung di situs logam mulia milik Antam hari ini (2/9/19), harga tiap gram emas Antam ukuran 100 gram menguat menjadi Rp 71,9 juta dari harga akhir pekan lalu Rp 71,4 juta per batang.
Risiko Meningkat, Emas Jadi Idola
Naiknya harga emas Antam itu tidak mengindahkan kondisi harga emas di pasar spot global yang turun akhir pekan lalu hingga hari ini, meskipun mulai kemarin tarif impor China-AS mulai saling berlaku sebagai bentuk dari eskalasi perang dagang.
Emas Antam kepingan 100 gram lumrah dijadikan acuan transaksi emas secara umum, tidak hanya emas Antam. Harga emas Antam di gerai penjualan lain bisa berbeda. AS mulai mengenakan bea masuk 15% untuk importasi produk asal China senilai US$ 125 miliar di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki. Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai US$ 250 juta.
Sementara itu, China mengenakan bea masuk 5-10% untuk importasi produk made in the USA senilai US$ 75 miliar. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China.
Tambahan tarif impor tentunya membuat pertumbuhan ekonomi global terancam semakin melambat.
Untuk diketahui, pada 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat ekonomi AS tumbuh 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015. Namun pada 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Sementara untuk China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.
Dua negara tersebut merupakan raksasa ekonomi dunia, lalu lintas arus barang menjadi tersendat akibat perang dagang AS-China yang membuat ekonominya melambat, dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global.
(hps/hps) Next Article Harga Emas Antam & Dunia Melesat Bunga Acuan Turun
Pada peradangan awal pekan, harga emas dunia sempat menguat tipis. Setelah selama sepekan terakhir, harga emas terkoreksi tipis 0,01%.
Namun jelang siang hari, harga emas mulai ini meredup dan penguatannya terus terpangkas. Hingga akhirnya tadi malam harga emas sempat menguat lagi 0,28% ke level 1.533,75/troy ounce.
Mulai berlakunya tarif impor baru antara Amerika Serikat (AS) dan China per 1 September sempat mendongkrak kinerja emas.
Namun secara teknikal, harga emas tampaknya masih dalam tren koreksi.
Harga emas dibuka gap up (level open lebih tinggi dibandingkan level close perdagangan sebelumnya) dan perlahan berbalik turun. Pergerakan yang lumrah terjadi jika ada gap maka harga emas akan menutup gap tersebut terlebih dahulu. Pada pukul 13:26 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.524,89, berdasarkan data investing.com.
![]() |
Pada grafik harian, emas yang disimbolkan XAU/USD masih bergerak di kisaran rerata pergerakan (Moving Average/MA) MA 8 hari (garis biru), dan di atas MA 21 hari (garis merah) sertaMA 125 hari (garis hijau).
Indikator rerata pergerakan konvergen divergen (MACD) di wilayah positif dan bergerak naik, histogram kembali kembali ke wilayah negatif, memberikan gambaran momentum penguatan emas yang menurun.
![]() |
Pada time frame 1 jam, emas bergerak di kisaran MA dan MA 21, tetapi di bawah MA 125. Indikator stochastic bergerak turun dan mendekati wilayah jenuh jual (oversold).
Emas saat ini bergerak di bawah resisten terdekat di kisaran (tahanan atas) US$ 1.526/troy ons. Selama tertahan di bawah resisten tersebut, emas berpeluang turun menguji kembali area US$ 1.519. Penembusan di bawah level tersebut akan membuka peluang emas turun ke US$ 1.514/troy ons.
Sementara jika berhasil menembus di atas US$ 1.526/troy ons, emas berpeluang naik kembali ke US$ 1,530. Diperlukan penembusan dan gerakan konsisten di atas level tersebut untuk melanjutkan kenaikan emas ke level US$ 1.535, atau lebih tinggi ke level US$ 1. 539/troy ons.
Secara keseluruhan, selama tidak menembus ke atas US$ 1.530/troy ons, emas masih cenderung melemah pada hari ini.
Sementara itu, Harga emas acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik Rp 5.000 (0,7%) menjadi Rp 719.000 per gram, dari Rp 714.000 per gram akhir pekan lalu.
Berdasarkan harga Logam Mulia di gerai Butik Emas LM - Pulo Gadung di situs logam mulia milik Antam hari ini (2/9/19), harga tiap gram emas Antam ukuran 100 gram menguat menjadi Rp 71,9 juta dari harga akhir pekan lalu Rp 71,4 juta per batang.
Risiko Meningkat, Emas Jadi Idola
Naiknya harga emas Antam itu tidak mengindahkan kondisi harga emas di pasar spot global yang turun akhir pekan lalu hingga hari ini, meskipun mulai kemarin tarif impor China-AS mulai saling berlaku sebagai bentuk dari eskalasi perang dagang.
Emas Antam kepingan 100 gram lumrah dijadikan acuan transaksi emas secara umum, tidak hanya emas Antam. Harga emas Antam di gerai penjualan lain bisa berbeda. AS mulai mengenakan bea masuk 15% untuk importasi produk asal China senilai US$ 125 miliar di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki. Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai US$ 250 juta.
Sementara itu, China mengenakan bea masuk 5-10% untuk importasi produk made in the USA senilai US$ 75 miliar. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China.
Tambahan tarif impor tentunya membuat pertumbuhan ekonomi global terancam semakin melambat.
Untuk diketahui, pada 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat ekonomi AS tumbuh 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015. Namun pada 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Sementara untuk China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.
Dua negara tersebut merupakan raksasa ekonomi dunia, lalu lintas arus barang menjadi tersendat akibat perang dagang AS-China yang membuat ekonominya melambat, dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global.
(hps/hps) Next Article Harga Emas Antam & Dunia Melesat Bunga Acuan Turun
Most Popular