Ada Perang Dagang Sampai Brexit, BI: Rupiah Stabil
Lidya Julita Sembiring-Kembaren, CNBC Indonesia
30 August 2019 13:32
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak relatif stabil. Kestabilan rupiah terjadi di tengah tingginya risiko eksternal.
Pada Jumat (30/8/2019) pukul 13:20 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.225. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun dalam sebulan terakhir, rupiah sudah melemah 1,5% di hadapan greenback. Pelemahan ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal yang tidak kondusif, mulai dari peningkatan tensi perang dagang AS-China, friksi dagang Jepang-Korea Selatan, gesekan di Timur Tengah, ancaman resesi, sengkarut Brexit, dan sebagainya.
Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan pergerakan rupiah relatif stabil di tengah rentetan sentimen negatif tersebut. Fluktuasi rupiah, menurutnya, belum perlu terlalu dikhawatirkan.
"Rupiah di tengah ketidakpastian dunia terkait kelanjutan trade war, meningkatnya risiko geopolitik di Inggris terkait Brexit, alhamdulilah tetap baik dan stabil. Naik-turun biasa, yang penting mekanisme pasar supply-demand tetap berlangsung," tegasnya kala ditemui di Gedung BI, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Untuk menjaga kestabilan rupiah, Perry menyatakan bank sentral akan terus berada di pasar. "Kami akan lakukan stabilisasi jika diperlukan," ujarnya.
Akan tetapi, Perry meyakini arus modal asing tetap akan tertarik masuk ke pasar keuangan Indonesia sehingga menopang nilai tukar rupiah. "Imbal hasil keuangan domestik tetap terpelihara," tuturnya.
Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,361%. Meski dalam tren turun, tetapi masih lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di negara-negara tetangga seperti Malaysia (3,316%), Thailand (1,46%), Filipina (4,385%), sampai India (6,577%).
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Jumat (30/8/2019) pukul 13:20 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.225. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun dalam sebulan terakhir, rupiah sudah melemah 1,5% di hadapan greenback. Pelemahan ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal yang tidak kondusif, mulai dari peningkatan tensi perang dagang AS-China, friksi dagang Jepang-Korea Selatan, gesekan di Timur Tengah, ancaman resesi, sengkarut Brexit, dan sebagainya.
Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan pergerakan rupiah relatif stabil di tengah rentetan sentimen negatif tersebut. Fluktuasi rupiah, menurutnya, belum perlu terlalu dikhawatirkan.
"Rupiah di tengah ketidakpastian dunia terkait kelanjutan trade war, meningkatnya risiko geopolitik di Inggris terkait Brexit, alhamdulilah tetap baik dan stabil. Naik-turun biasa, yang penting mekanisme pasar supply-demand tetap berlangsung," tegasnya kala ditemui di Gedung BI, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Untuk menjaga kestabilan rupiah, Perry menyatakan bank sentral akan terus berada di pasar. "Kami akan lakukan stabilisasi jika diperlukan," ujarnya.
Akan tetapi, Perry meyakini arus modal asing tetap akan tertarik masuk ke pasar keuangan Indonesia sehingga menopang nilai tukar rupiah. "Imbal hasil keuangan domestik tetap terpelihara," tuturnya.
Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,361%. Meski dalam tren turun, tetapi masih lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di negara-negara tetangga seperti Malaysia (3,316%), Thailand (1,46%), Filipina (4,385%), sampai India (6,577%).
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation
Most Popular