
Skeptis Philip Morris & Altria Merger, Saham HMSP Diobral
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 August 2019 11:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham produsen rokok Indonesia PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dihantam aksi jual pada perdagangan sesi I hari ini (29/8/20910) dan terkoreksi 1,37% menjadi Rp 2.880/unit saham.
Investor asing tercatat melepas saham-saham perseroan, di mana hingga berita ini dimuat nilai jual bersih sudah sebesar Rp 2,23 miliar.
Padahal, pada perdagangan kemarin (28/8/2019), saham HSMP cukup populer setelah kabar mengenai niat Philip Morris International Inc (PMI), yang merupakan induk HMSP melakukan merger setara dengan Altria Group Inc.
Dalam situs resmi PMI, manajemen perusahaan mengaku bahwa diskusi terkait rencana penggabungan tersebut masih berlangsung. Akan tetapi, perusahaan tidak memberikan jaminan apa pun atas diskusi tersebut.
"Tidak ada jaminan bahwa perjanjian atau transaksi apa pun akan dihasilkan dari pembicaraan [dengan Altria] ini. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa jika kesepakatan tercapai, bahwa transaksi akan [segera] selesai," tulis manajemen Philip Morris, seperti diwartakan CNBC International.
Pelaku pasar pun mulai skeptis bahwa rencana merger dua perusahaan rokok raksasa dunia tersebut akan menguntungkan kedua belah pihak.
Ahli Strategi dari Wells Fargo, Bonnie Herzog, menyampaikan bahwa dirinya menerima banyak telepon dari investor yang frustasi atas rencana penggabungan tersebut, dikutip dari Financial Times.
Sebagai informasi PMI dan Altria awalnya merupakan satu perusahaan yang kemudian memisahkan diri pada tahun 2008 setelah mendapat tekanan dari pemegang saham.
Hal ini dikarenakan, saat itu produsen tembakau dan industri rokok di Amerika Serikat (AS) mendapat banyak tekanan dan tuntutan dari pemerintah yang menghambat bisnis industri rokok AS. Sementara itu, permintaan rokok di pasar internasional sedang berkembang sangat pesat.
Meskipun, tekanan tersebut sudah mereda dalam beberapa tahun terakhir, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (US Food and Drug Administration) tetap menargetkan tingkat nikotin dalam rokok dan melarang penggunaan menthol.
"Potensi untuk menyatukan kembali perusahaan telah sering dibahas, tetapi kami tidak percaya ini akan terjadi mengingat beban regulasi yang berat di pasar AS dan profil pertumbuhannya yang melemah," ujar Chris Growe, analis di Stifel, dikutip dari Bloomberg.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Jualan Rokok Turun, Laba HMSP Semester I-2020 Terjun 28%
Investor asing tercatat melepas saham-saham perseroan, di mana hingga berita ini dimuat nilai jual bersih sudah sebesar Rp 2,23 miliar.
Padahal, pada perdagangan kemarin (28/8/2019), saham HSMP cukup populer setelah kabar mengenai niat Philip Morris International Inc (PMI), yang merupakan induk HMSP melakukan merger setara dengan Altria Group Inc.
Dalam situs resmi PMI, manajemen perusahaan mengaku bahwa diskusi terkait rencana penggabungan tersebut masih berlangsung. Akan tetapi, perusahaan tidak memberikan jaminan apa pun atas diskusi tersebut.
Pelaku pasar pun mulai skeptis bahwa rencana merger dua perusahaan rokok raksasa dunia tersebut akan menguntungkan kedua belah pihak.
Ahli Strategi dari Wells Fargo, Bonnie Herzog, menyampaikan bahwa dirinya menerima banyak telepon dari investor yang frustasi atas rencana penggabungan tersebut, dikutip dari Financial Times.
Sebagai informasi PMI dan Altria awalnya merupakan satu perusahaan yang kemudian memisahkan diri pada tahun 2008 setelah mendapat tekanan dari pemegang saham.
Hal ini dikarenakan, saat itu produsen tembakau dan industri rokok di Amerika Serikat (AS) mendapat banyak tekanan dan tuntutan dari pemerintah yang menghambat bisnis industri rokok AS. Sementara itu, permintaan rokok di pasar internasional sedang berkembang sangat pesat.
Meskipun, tekanan tersebut sudah mereda dalam beberapa tahun terakhir, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (US Food and Drug Administration) tetap menargetkan tingkat nikotin dalam rokok dan melarang penggunaan menthol.
"Potensi untuk menyatukan kembali perusahaan telah sering dibahas, tetapi kami tidak percaya ini akan terjadi mengingat beban regulasi yang berat di pasar AS dan profil pertumbuhannya yang melemah," ujar Chris Growe, analis di Stifel, dikutip dari Bloomberg.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Jualan Rokok Turun, Laba HMSP Semester I-2020 Terjun 28%
Most Popular