
Ada Apa, Rupiah? Kok Beberapa Hari Ini Galau?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 August 2019 10:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Sementara di pasar spot, rupiah masih bergerak labil, tren yang sudah terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Pada Kamis (29/8/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.254. Rupiah menguat tipis 0,06% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sedangkan di perdagangan pasar spot, rupiah masih naik-turun. Pada pukul 10:26 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.255 di mana rupiah melemah 0,04%.
Kala pembukaan pasar, rupiah masih bisa menguat 0,07%. Namun itu tidak terlalu lama, tidak sampai satu jam kemudian rupiah masuk jalur merah.
Dalam beberapa hari terakhir, rupiah menunjukkan gejala serupa. Pergerakan mata uang Tanah Air relatif tipis, melemah atau menguat dalam kisaran terbatas. Bahkan kemarin rupiah ditutup stagnan.
Â
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pergerakan rupiah yang tipis-tipis ini tidak lepas dari risiko eksternal yang sedang tinggi. Hari ini, setidaknya ada dua hal yang sedang jadi sorotan pelaku pasar.
Pertama, isu resesi masih jadi kata kunci. Tanda-tanda ke arah sana masih terlihat, belum sepenuhnya pergi.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor dua dan 10 tahun masih saja mengalami inversi. Artinya, yield obligasi tenor pendek lebih tinggi ketimbang yang tenor panjang, pertanda pasar melihat ada risiko besar dalam waktu dekat.
Dalam lima resesi terakhir di Negeri Paman Sam, awalnya selalu ditandai oleh inversi yield di dua tenor ini. Oleh karena itu, tidak heran investor masih khawatir karena ancaman resesi masih menghantui.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Kedua, perkembangan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) memasuki babak baru. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sedang berupaya untuk membekukan parlemen agar proses Brexit menjadi lebih mulus.
Bukan apa-apa, pada masa pemerintahan Theresa May memang parlemen kerap menjadi batu sandungan. Tiga kali proposal Brexit yang diajukan pemerintah kandas di Palace of Westminster.
Jadi, mungkin Johson berpikir akan lebih mudah mengurus Brexit jika parlemen tidak cawe-cawe. Muncullah ide untuk membekukan parlemen.
Namun langkah kontroversial ini tentu mendapat tentangan. Jeremy Corbyn, Pimpinan Partai Buruh, menuding Johnson sedang membahayakan proses demokrasi di Negeri John Bull.
"Saya terkejut dengan pemerintahan Johnson yang begitu ceroboh. Bicara soal pembekuan parlemen untuk menghindari pengawasan parlemen untuk sebuah rencana No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat apa-apa dari perceraian dengan Uni Eropa). Ini adalah ancaman bagi demokrasi," tegasnya, seperti diwartakan Reuters.
Bahkan anggota parlemen lain melontarkan komentar yang lebih keras. Johnson disebut sedang melakukan upaya kudeta. "Jangan salah, ini adalah kudeta yang sangat Inggris," ujar John McDonnell, Anggota Parlemen dari Partai Buruh, dikutip dari Reuters.
Gaduh politik di Inggris dan meningkatnya risiko No Deal Brexit membuat investor belum nyaman untuk bermain terbuka. Ditambah masih adanya ancaman resesi, bermain aman tentu menjadi pilihan utama. Pantas saja aset berisiko seperti rupiah cenderung dijauhi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Kamis (29/8/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.254. Rupiah menguat tipis 0,06% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sedangkan di perdagangan pasar spot, rupiah masih naik-turun. Pada pukul 10:26 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.255 di mana rupiah melemah 0,04%.
Dalam beberapa hari terakhir, rupiah menunjukkan gejala serupa. Pergerakan mata uang Tanah Air relatif tipis, melemah atau menguat dalam kisaran terbatas. Bahkan kemarin rupiah ditutup stagnan.
Â
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pergerakan rupiah yang tipis-tipis ini tidak lepas dari risiko eksternal yang sedang tinggi. Hari ini, setidaknya ada dua hal yang sedang jadi sorotan pelaku pasar.
Pertama, isu resesi masih jadi kata kunci. Tanda-tanda ke arah sana masih terlihat, belum sepenuhnya pergi.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor dua dan 10 tahun masih saja mengalami inversi. Artinya, yield obligasi tenor pendek lebih tinggi ketimbang yang tenor panjang, pertanda pasar melihat ada risiko besar dalam waktu dekat.
Dalam lima resesi terakhir di Negeri Paman Sam, awalnya selalu ditandai oleh inversi yield di dua tenor ini. Oleh karena itu, tidak heran investor masih khawatir karena ancaman resesi masih menghantui.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Kedua, perkembangan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) memasuki babak baru. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sedang berupaya untuk membekukan parlemen agar proses Brexit menjadi lebih mulus.
Bukan apa-apa, pada masa pemerintahan Theresa May memang parlemen kerap menjadi batu sandungan. Tiga kali proposal Brexit yang diajukan pemerintah kandas di Palace of Westminster.
![]() |
Jadi, mungkin Johson berpikir akan lebih mudah mengurus Brexit jika parlemen tidak cawe-cawe. Muncullah ide untuk membekukan parlemen.
Namun langkah kontroversial ini tentu mendapat tentangan. Jeremy Corbyn, Pimpinan Partai Buruh, menuding Johnson sedang membahayakan proses demokrasi di Negeri John Bull.
"Saya terkejut dengan pemerintahan Johnson yang begitu ceroboh. Bicara soal pembekuan parlemen untuk menghindari pengawasan parlemen untuk sebuah rencana No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat apa-apa dari perceraian dengan Uni Eropa). Ini adalah ancaman bagi demokrasi," tegasnya, seperti diwartakan Reuters.
Bahkan anggota parlemen lain melontarkan komentar yang lebih keras. Johnson disebut sedang melakukan upaya kudeta. "Jangan salah, ini adalah kudeta yang sangat Inggris," ujar John McDonnell, Anggota Parlemen dari Partai Buruh, dikutip dari Reuters.
Gaduh politik di Inggris dan meningkatnya risiko No Deal Brexit membuat investor belum nyaman untuk bermain terbuka. Ditambah masih adanya ancaman resesi, bermain aman tentu menjadi pilihan utama. Pantas saja aset berisiko seperti rupiah cenderung dijauhi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular