Rupiah Menguat di Belantara Kisruh Brexit, Tapi Sampai Kapan?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 August 2019 08:51
Politik Inggris Memanas!
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Penguatan rupiah yang tipis plus mayoritas mata uang Asia yang melemah membuat investor belum bisa tenang. Maklum, hari ini memang ada risiko besar yang bisa membuat risk appetite pudar.

Risiko itu datang dari Eropa. Situasi politik di Benua Biru sedang panas, yang membuat pelaku pasar cemas.

Di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson berencana membekukan parlemen. Namun langkah ini harus mendapatkan restu dari Ratu Elizabeth.


"Akan waktu yang tepat bagi parlemen untuk berdebat dengan Uni Eropa, untuk berdebat soal Brexit," ujar Johnson, seperti diwartakan Reuters.

Inggris memasuki kisruh politik luar biasa jelang perceraian dengan Uni Eropa pada 31 Oktober. Apakah pembekuan parlemen adalah langkah Johnson untuk memuluskan Brexit, apa pun hasilnya? Apakah kini peluang No Deal Brexit meninggi?

Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters pada 2-7 Agustus, pelaku pasar memperkirakan kemungkinan terjadinya No Deal Brexit adalah 35%. Naik dibandingkan survei Juli yaitu 30%.


Tidak cuma buat Inggris, No Deal Brexit akan menjadi sentimen negatif di pasar keuangan global. Sebab, Inggris adalah perekonomian nomor tujuh dunia, posisinya cukup penting.

 


Jadi kalau perekonomian Inggris melambat (atau bahkan mungkin terkontraksi) gara-gara sulit berdagang dengan negara-negara Eropa Daratan, maka akan mempengaruhi negara-negara lainnya. Oleh karena itu, tidak heran pelaku pasar masih belum teralu berani masuk ke instrumen berisiko di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pergerakan rupiah menjadi sangat terbatas.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

 

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular