
Rupiah Menguat di Kurs Tengah BI, Labil di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 August 2019 10:33

Dolar AS memang sedang melemah secara global. Pada pukul 10:12 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,02%.
Wajar kalau dolar AS melemah, karena memang sudah menguat lumayan tajam. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index sudah menguat nyaris 1%.
Oleh karena itu, sangat mungkin pada satu titik investor menilai dolar AS sudah terlalu mahal. Tekanan jual akan selalu membayangi gerak mata uang Negeri Paman Sam.
Selain itu, investor mulai berani masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang. Penyebabnya, berbagai negara dikabarkan berkomitmen untuk memerangi perlambatan ekonomi yang bisa berujung kepada resesi.
Di Jerman, pemerintahan koalisi pimpinan Kanselir Angela Merkel menegaskan siap untuk merilis stimulus fiskal untuk meredam perlambatan ekonomi. Mengutip laporan majalah Der Spiegel, dilansir Reuters, pemerintah Jerman siap untuk mengubah anggaran berimbang menuju defisit sebagai sebuah langkah counter-cyclical.
Kemudian di China, Bank Sentral Negeri Tirai Bambu (PBoC) memperkenalkan suku bunga acuan baru yang berpedoman kepada fasilitas likuiditas jangka menengah. Seperti diwartakan Reuters, suku bunga acuan yang baru ini diharapkan bisa mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan sehingga aktivitas ekonomi dapat terangkat.
Di AS, Presiden Donald Trump mengungkapkan bahwa pemerintah mempertimbangkan untuk kembali menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh). "Kami sedang mempertimbangkan pengurangan pajak. PPh gaji adalah salah satu yang kami pikirkan," ungkapnya, seperti diberitakan Reuters.
Pemotongan tarif PPh terbukti ampuh mendorong laju perekonomian Negeri Adidaya. Pada akhir 2017, Trump menempuh kebijakan serupa dan pertumbuhan ekonomi AS pada 2018 cukup impresif.
Berbagai langkah tersebut diharapkan mampu meredam perlambatan ekonomi dan membuat 'hantu' resesi menjauh. Akibatnya, risk appetite investor mulai pulih meski belum sembuh 100%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Wajar kalau dolar AS melemah, karena memang sudah menguat lumayan tajam. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index sudah menguat nyaris 1%.
Selain itu, investor mulai berani masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang. Penyebabnya, berbagai negara dikabarkan berkomitmen untuk memerangi perlambatan ekonomi yang bisa berujung kepada resesi.
Di Jerman, pemerintahan koalisi pimpinan Kanselir Angela Merkel menegaskan siap untuk merilis stimulus fiskal untuk meredam perlambatan ekonomi. Mengutip laporan majalah Der Spiegel, dilansir Reuters, pemerintah Jerman siap untuk mengubah anggaran berimbang menuju defisit sebagai sebuah langkah counter-cyclical.
Kemudian di China, Bank Sentral Negeri Tirai Bambu (PBoC) memperkenalkan suku bunga acuan baru yang berpedoman kepada fasilitas likuiditas jangka menengah. Seperti diwartakan Reuters, suku bunga acuan yang baru ini diharapkan bisa mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan sehingga aktivitas ekonomi dapat terangkat.
Di AS, Presiden Donald Trump mengungkapkan bahwa pemerintah mempertimbangkan untuk kembali menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh). "Kami sedang mempertimbangkan pengurangan pajak. PPh gaji adalah salah satu yang kami pikirkan," ungkapnya, seperti diberitakan Reuters.
Pemotongan tarif PPh terbukti ampuh mendorong laju perekonomian Negeri Adidaya. Pada akhir 2017, Trump menempuh kebijakan serupa dan pertumbuhan ekonomi AS pada 2018 cukup impresif.
Berbagai langkah tersebut diharapkan mampu meredam perlambatan ekonomi dan membuat 'hantu' resesi menjauh. Akibatnya, risk appetite investor mulai pulih meski belum sembuh 100%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular