
Ini yang Bikin The Fed tak Risau Kilau Emas Libas Dolar AS
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
18 August 2019 19:15

Situasi ketidakpastian ini membuat yield surat utang jangka panjang AS turun, dan berujung pada kupon yang lebih rendah untuk seri surat utang yang diterbitkan selanjutnya. Namun secara bersamaan, ketidakpastian memicu aksi borong emas sebagai safe haven.
Namun, sejauh ini AS belum terlihat khawatir akan risiko tersebut terhadap likuiditas pasar obligasi mereka, karena harga emas berpeluang terkoreksi melalui mekanisme pasar di bursa derivatif. Mekanisme ini dengan sendirinya akan memudarkan kilau emas.
Selama setengah abad terakhir, mekanisme pasar derivatif ini masih efektif mengendalikan harga emas. Perlu diketahui, kontrak berjangka emas tidak harus berbasis emas fisik dan penyelesaian transaksi bisa dilakukan dengan dolar AS (tak harus emas fisik).
Pelaku pasar derivatif emas bisa mencetak kontrak yang besar sehingga ketika terjadi pelepasan besar-besaran karena sentimen pasar, maka harganya di pasar berjangka akan turun. Yang terpukul tentu saja bukan hanya kontrak emas yang tak berbasis fisik emas, melainkan harga emas secara keseluruhan termasuk emas fisik.
Dan jangan lupa, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) per Juni masih menyimpan emas—atas nama Kementerian Keuangan AS—dengan nilai flat US$11 miliar, tak berubah dari posisi sejak 2015. Artinya, The Fed atau dalam hal ini Kementerian Keuangan AS santai saja tidak ikut-ikutan memburu emas.
Sebagai negara dengan cadangan terbesar emas dunia, yakni mencapai 8.133,5 ton, dolar AS masih memiliki keunggulan dibanding mata uang negara lain. Belum lagi jika di atas kertas, mata uang ini masih menjadi kurs utama perdagangan dan transaksi internasional.
Dengan demikian, secara psikologis nilai tukar dolar AS tetap terjaga sekalipun jika The Fed mencetak lebih banyak mata uang dolar AS untuk membeli obligasi pemerintah AS yang tidak terserap oleh pasar (akibat peralihan ke emas).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
Namun, sejauh ini AS belum terlihat khawatir akan risiko tersebut terhadap likuiditas pasar obligasi mereka, karena harga emas berpeluang terkoreksi melalui mekanisme pasar di bursa derivatif. Mekanisme ini dengan sendirinya akan memudarkan kilau emas.
Pelaku pasar derivatif emas bisa mencetak kontrak yang besar sehingga ketika terjadi pelepasan besar-besaran karena sentimen pasar, maka harganya di pasar berjangka akan turun. Yang terpukul tentu saja bukan hanya kontrak emas yang tak berbasis fisik emas, melainkan harga emas secara keseluruhan termasuk emas fisik.
Dan jangan lupa, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) per Juni masih menyimpan emas—atas nama Kementerian Keuangan AS—dengan nilai flat US$11 miliar, tak berubah dari posisi sejak 2015. Artinya, The Fed atau dalam hal ini Kementerian Keuangan AS santai saja tidak ikut-ikutan memburu emas.
Sebagai negara dengan cadangan terbesar emas dunia, yakni mencapai 8.133,5 ton, dolar AS masih memiliki keunggulan dibanding mata uang negara lain. Belum lagi jika di atas kertas, mata uang ini masih menjadi kurs utama perdagangan dan transaksi internasional.
Dengan demikian, secara psikologis nilai tukar dolar AS tetap terjaga sekalipun jika The Fed mencetak lebih banyak mata uang dolar AS untuk membeli obligasi pemerintah AS yang tidak terserap oleh pasar (akibat peralihan ke emas).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
Pages
Most Popular