Semangat 45, IHSG Bawa Pulang Piala Juara 2 Pekan Ini

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
17 August 2019 14:36
Akhir pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa sedikit tersenyum
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa sedikit tersenyum. Pasalnya dalam sepekan, IHSG tercatat menguat 0,07% dan ditutup di level 6.286,657.

Meskipun hanya menguat tipis, IHSG merupakan satu dari dua indeks saham utama Benua Kuning yang mampu menguat di tengah terpaan sejumlah sentimen negatif terkait perekonomian global. Penguatan paling tinggi dilakukan oleh bursa saham China, dimana indeks Shanghai melesat 1,77% dalam sepekan.

Sementara itu, sebagian besar busa saham utama Asia harus rela parkir di zona merah, di mana indeks Straits Times (Singapura) terkoreksi paling dalam, yaitu 1,7%.

Indeks Nikkei (Jepang) menemani dengan pelemahan 1,29%, disusul SET (Thailand) yang terkoreksi 1,17%. Tak mau ketinggalan KLCI (Malaysia), Hang Seng (Hong Kong), dan Kospi (Korea Selatan) juga melemah masing-masing sebesar 0,98%, 0,79%, dan 0,55%.




Boleh dibilang sentimen yang menuntun arah gerak pasar keuangan di Benua Kuning pekan ini sangat tidak mengenakkan.

Perang Dagang dan Acaman Resesi Kian Nyata

Di awal pekan, sentimen negatif dari perang dagang Amerika Serikat (AS)-China sudah menerpa.

Di akhir pekan lalu (9/8/2019) Presiden AS , Donald Trump, menyatakan keterbukaan untuk melanjutkan perundingan dengan China yang dijadwalkan berlangsung pada awal September. Namun bukan tidak mungkin dialog itu batal.

"Mungkin (dialog di Washington batal), tapi kita lihat nanti. Perundingan masih terjadwal," ujar Trump seperti dikutip dari Reuters.

Bahkan, sentimen negatif dari perang mata uang juga belum reda.

Pada hari Selasa (13/8/2019) Bank Sentral China (People Bank of China/PBoC) menetapkan nilai tengah yuan di CNY 7,0326/US$ yang merupakan posisi paling lemah sejak Maret 2008 atau lebih dari 11 tahun lalu.

Disinyalir PBoC sengaja 'merelakan' yuan melemah untuk menggenjot kinerja ekspor ke negara-negara lain.

Sebagai informasi, di China Bank Sentral memang punya kuasa untuk menetapkan nilai tengah mata uang yuan untuk setiap sesi perdagangan. Sementara pergerakan yuan juga dibatasi plus minus 2%.

Selain itu, kekhawatiran investor kian membuncah kala sinyal-sinyal resesi perekonomian AS semakin nyata.

Pada hari Kamis (15/8/2019) dini hari waktu Indonesia, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor dua tahun lebih tinggi dari yang 10 tahun, atau biasa disebut sebagai inversi. Kejadian ini terakhir kali terjadi pada April 2007.

Inversi yield obligasi tenor 2 dan 10 tahun ini agak spesial. Sebab tidak lama setelah terakhir kali terjadi, meletus krisis keuangan global yang menyebabkan resesi.

Resesi merupakan kondisi dimana pertumbuhan ekonomi negatif alias terkontraksi dalam dua kuartal beruntun di tahun yang sama.

Berdasarkan catatan sejarah sejak 1978, dari lima kali resesi ekonomi AS yang terjadi, seluruhnya didahului oleh inversi yield obligasi tenor 2 dan 10 tahun.

Credit Suisse mengatakan secara rata-rata terdapat jeda waktu selama 22 bulan semenjak terjadinya inversi hingga resesi.

Kala AS mengalami resesi, maka dampaknya juga akan merebak ke seluruh dunia. Pasalnya saat ini AS merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Rantai pasokan global sudah pasti terhubung ke AS.

Tak ayal, investor menarik diri dari instrumen berisiko di pasar negara berkembang.

Namun setidaknya, masih ada kabar baik perihal hubungan dagang AS-China yang bisa memberi dorongan pada kinerja bursa saham Asia.


Asa Damai Dagang Timbul Lagi

Pada Rabu (14/8/2019) dini hari waktu Indonesia, Trump memutuskan untuk menunda pemberlakuan bea masuk sebesar 10% untuk produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Dari yang sedianya akan berlaku mulai 1 September, Trump menunda hingga 15 Desember.

"Kami melakukan ini (menunda pengenaan bea masuk baru) untuk mengantisipasi Hari Natal, berjaga-jaga kalau ada dampak ke konsumen. Jadi kami menundanya sehingga tidak mempengaruhi musim belanja Natal," kata Trump, dikutip dari Reuters.

Keputusan tersebut diambil tidak lama setelah mendapat laporan bahwa Kepala Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer melakukan pembicaraan via telepon dengan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, Menteri Perdagangan CHina, Zhong Shan, dan Gubernur PBoC, Yi Gang.

"Kedua pihak sepakat untuk melanjutkan pembicaraan melalui telepon dua minggu lagi," sebut pernyataan tertulis kantor perwakilan Dagang AS.

Kemarin, Trump juga mengatakan bahwa perundingan dengan China masih terus berlangsung.

"Sepengetahuan saya, pertemuan pada September masih terjadwal. Namun yang lebih penting dari pertemuan itu, kami (AS dan China) terus berkomunikasi melalui telepon. Pembicaraan kami sangat produktif," ujar Trump, dikutip dari Reuters.

Kemudian Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan optimisme bahwa kedua belah pihak bisa menemukan solusi untuk perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

"Dengan dasar kesetaraan dan saling menghormati, kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan melalui dialog dan konsultasi," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dilansir dari CNBC International.

Setidaknya masih ada haraan bahwa dua raksasa ekonomi dunia mencapai kesepakatan dagang. Kala hal itu benar terjadi, maka perekonomian global bisa dipacu lebih cepat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


(taa) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular