
Setelah Ada Sinyal Resesi, Benarkah Wall Street akan Reli?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 August 2019 13:48

Lantas, bagaimana pada tahun ini? Akankan Wall Street membukukan kinerja positif pasca inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun terjadi?
Seperti sudah disebutkan di halaman sebelumnya, Wall Street babak belur pada hari Rabu atau hari di mana inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun terjadi.
Namun kemarin (15/8/2019), Wall Street mencetak apresiasi: indeks Dow Jones menguat 0,39% dan indeks S&P 500 naik 0,25%. Hanya indeks Nasdaq Composite yang melemah, namun tipis saja yakni sebesar 0,09%.
Sejarah mulai terbukti di sini: Wall Street punya ruang untuk menguat pasca inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun terjadi. Bahkan, pada pembukaan perdagangan hari ini (malam hari waktu Indonesia), indeks Dow Jones diimplikasikan langsung loncat hingga 150 poin lebih.
Hingga pukul 13:30 WIB, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 150,6 poin pada saat pembukaan perdagangan malam hari ini, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan naik masing-masing sebesar 16,8 dan 52,9 poin.
Kedepannya, arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan menjadi faktor yang menentukan reli-tidaknya Wall Street dalam beberapa bulan mendatang.
Sekedar mengingatkan, pada akhir bulan Juli The Fed mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 2%-2,25%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.
Keputusan The Fed kala itu sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian, serta rendahnya tekanan inflasi.
Dalam rilis resminya, The Fed membuka pintu pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut dengan mengatakan bahwa pihaknya akan “bertindak sebagaimana mestinya untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi”.
Namun, yang menjadi masalah adalah kala Jerome Powell selaku Gubernur The Fed menggelar konferensi pers. Dalam konferesi pers, Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada dini hari tadi hanyalah sebuah “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment”.
Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan. “Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif,” kata Powell, dilansir dari CNBC International.
“Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat.”
Praktis, pelaku pasar yang sebelumnya kompak berharap bahwa The Fed akan terus memangkas tingkat suku bunga acuan di sisa tahun ini menjadi pesimistis. Nah kini, kala inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun sudah terjadi, pelaku pasar kembali optimistis bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan secara agresif.
Bahkan, pelaku pasar kini meyakini bahwa pemangkasan yang dieksekusi The Fed di sisa tahun 2019 bisa mencapai 75 bps. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 16 Agustus 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps di sisa tahun ini mencapai 43,3%, naik jauh dari posisi sebulan lalu yang
hanya sebesar 16,2%. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, apalagi dengan begitu signifikan, tingkat suku bunga kredit di AS bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya.
Pada akhirnya, roda perekonomian bisa dipacu untuk berputar lebih kencang sebelum resesi benar-benar terjadi. Bahkan, bisa saja resesi menjadi tak terjadi dan membuat kinerja Wall Street lebih oke lagi.
Ketika kinerja Wall Street yang menjadi kiblat dari bursa saham dunia oke, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia hampir bisa dipastikan juga akan oke. Jadi sekali lagi, reli atau tidaknya Wall Street pasca inversi obligasi tenor 2 dan 10 tahun terjadi akan ditentukan oleh agresivitas The Fed dalam memangkas tingkat suku bunga acuannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Seperti sudah disebutkan di halaman sebelumnya, Wall Street babak belur pada hari Rabu atau hari di mana inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun terjadi.
Namun kemarin (15/8/2019), Wall Street mencetak apresiasi: indeks Dow Jones menguat 0,39% dan indeks S&P 500 naik 0,25%. Hanya indeks Nasdaq Composite yang melemah, namun tipis saja yakni sebesar 0,09%.
Hingga pukul 13:30 WIB, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 150,6 poin pada saat pembukaan perdagangan malam hari ini, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan naik masing-masing sebesar 16,8 dan 52,9 poin.
Kedepannya, arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan menjadi faktor yang menentukan reli-tidaknya Wall Street dalam beberapa bulan mendatang.
Sekedar mengingatkan, pada akhir bulan Juli The Fed mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 2%-2,25%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.
Keputusan The Fed kala itu sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian, serta rendahnya tekanan inflasi.
Dalam rilis resminya, The Fed membuka pintu pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut dengan mengatakan bahwa pihaknya akan “bertindak sebagaimana mestinya untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi”.
Namun, yang menjadi masalah adalah kala Jerome Powell selaku Gubernur The Fed menggelar konferensi pers. Dalam konferesi pers, Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada dini hari tadi hanyalah sebuah “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment”.
Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan. “Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif,” kata Powell, dilansir dari CNBC International.
“Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat.”
Praktis, pelaku pasar yang sebelumnya kompak berharap bahwa The Fed akan terus memangkas tingkat suku bunga acuan di sisa tahun ini menjadi pesimistis. Nah kini, kala inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun sudah terjadi, pelaku pasar kembali optimistis bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan secara agresif.
Bahkan, pelaku pasar kini meyakini bahwa pemangkasan yang dieksekusi The Fed di sisa tahun 2019 bisa mencapai 75 bps. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 16 Agustus 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps di sisa tahun ini mencapai 43,3%, naik jauh dari posisi sebulan lalu yang
hanya sebesar 16,2%. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, apalagi dengan begitu signifikan, tingkat suku bunga kredit di AS bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya.
Pada akhirnya, roda perekonomian bisa dipacu untuk berputar lebih kencang sebelum resesi benar-benar terjadi. Bahkan, bisa saja resesi menjadi tak terjadi dan membuat kinerja Wall Street lebih oke lagi.
Ketika kinerja Wall Street yang menjadi kiblat dari bursa saham dunia oke, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia hampir bisa dipastikan juga akan oke. Jadi sekali lagi, reli atau tidaknya Wall Street pasca inversi obligasi tenor 2 dan 10 tahun terjadi akan ditentukan oleh agresivitas The Fed dalam memangkas tingkat suku bunga acuannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular