
Bara Demo Hong Kong & Perang Dagang Seret IHSG ke Zona Merah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 August 2019 12:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan dengan penguatan tipis sebesar 0,01% ke level 6.251,31, dalam sekejap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah berbalik arah ke zona merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut ditransaksikan melemah 0,47% ke level 6.221,2. Pada perdagangan kemarin (12/8/2019), IHSG melemah 0,5%.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,94%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,11%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,25%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,01%), dan PT Metropolitan Kentjana Tbk/MKPI (-9,41%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga diterpa aksi jual pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 1,1%, indeks Shanghai jatuh 0,74%, indeks Hang Seng anjlok 1,86%, indeks Straits Times terkoreksi 0,8%, dan indeks Kospi terpangkas 0,6%.
Situasi di Hong Kong yang masih mencekam sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kemarin, Bandara Internasional Hong Kong dipaksa untuk membatalkan seluruh penerbangan mulai dari sore hari lantaran banyaknya massa yang menyemut untuk melakukan aksi protes di sana. Hal tersebut menandai gangguan terbesar bagi perekonomian Hong Kong pasca demonstrasi dimulai pada awal bulan Juni.
"Operasional bandara di Bandara Internasional Hong Kong telah terganggu secara serius sebagai hasil dari demonstrasi pada hari ini," tulis otoritas bandara Hong Kong dalam pernyataan resminya, dilansir dari Bloomberg.
"Selain penerbangan keberangkatan yang sudah menyelesaikan proses check-in dan penerbangan kedatangan yang sudah bertolak menuju Hong Kong, semua penerbangan di sisa hari ini telah dibatalkan."
Melansir Bloomberg, The Civil Human Rights Front selaku kelompok yang telah mengorganisir beberapa aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong mengatakan bahwa pihaknya akan kembali menggelar aksi demonstrasi pada hari Minggu (18/8/2019).
Kini, muncul kekhawatiran yang sangat besar bahwa China akan mengintervensi kekacauan yang terjadi di Hong Kong. Melalui media sosial Weibo, Pimpinan Redaksi Global Times Hu Xijin mengatakan bahwa menurutnya Beijing akan melakukan intervensi jika kondisi di Hong Kong tak juga membaik. Untuk diketahui, Global Times merupakan media yang dimiliki dan dijalankan oleh Partai Komunis.
Sebelumnya, Global Times memberitakan bahwa aparat kepolisian China telah berkumpul di wilayah perbatasan.
Lebih lanjut, kecemasan terkait perang dagang AS-China ikut menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Asia. Belum lama ini, Presiden AS Donald Trump membuka kemungkinan bahwa dialog dagang AS-China yang dijadwalkan pada awal bulan depan bisa dibatalkan.
"Mungkin (dibatalkan), tetapi kita lihat nanti. Perundingan masih terjadwal," ujar Trump akhir pekan lalu, seperti diberitakan Reuters.
Lebih lanjut, Trump juga mengatakan bahwa AS tak akan berbisnis dengan Huawei, sesuatu yang sangat mungkin menyulut amarah dari pihak China.
"AS tidak akan berbisnis dengan Huawei. Namun itu bisa berubah jika ada kesepakatan dagang AS-China," katanya.
Dalam risetnya, Goldman Sachs menyebut bahwa AS-China sepertinya akan sulit mencapai kesepakatan dagang sebelum Pemilu di AS tahun depan. Perang dagang kemungkinan masih akan berkecamuk sampai tahun depan dan bisa berujung kepada resesi.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
HALAMAN SELANJUTNYA ->>>>
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,94%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,11%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,25%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,01%), dan PT Metropolitan Kentjana Tbk/MKPI (-9,41%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga diterpa aksi jual pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 1,1%, indeks Shanghai jatuh 0,74%, indeks Hang Seng anjlok 1,86%, indeks Straits Times terkoreksi 0,8%, dan indeks Kospi terpangkas 0,6%.
"Operasional bandara di Bandara Internasional Hong Kong telah terganggu secara serius sebagai hasil dari demonstrasi pada hari ini," tulis otoritas bandara Hong Kong dalam pernyataan resminya, dilansir dari Bloomberg.
"Selain penerbangan keberangkatan yang sudah menyelesaikan proses check-in dan penerbangan kedatangan yang sudah bertolak menuju Hong Kong, semua penerbangan di sisa hari ini telah dibatalkan."
Melansir Bloomberg, The Civil Human Rights Front selaku kelompok yang telah mengorganisir beberapa aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong mengatakan bahwa pihaknya akan kembali menggelar aksi demonstrasi pada hari Minggu (18/8/2019).
Kini, muncul kekhawatiran yang sangat besar bahwa China akan mengintervensi kekacauan yang terjadi di Hong Kong. Melalui media sosial Weibo, Pimpinan Redaksi Global Times Hu Xijin mengatakan bahwa menurutnya Beijing akan melakukan intervensi jika kondisi di Hong Kong tak juga membaik. Untuk diketahui, Global Times merupakan media yang dimiliki dan dijalankan oleh Partai Komunis.
Sebelumnya, Global Times memberitakan bahwa aparat kepolisian China telah berkumpul di wilayah perbatasan.
Lebih lanjut, kecemasan terkait perang dagang AS-China ikut menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Asia. Belum lama ini, Presiden AS Donald Trump membuka kemungkinan bahwa dialog dagang AS-China yang dijadwalkan pada awal bulan depan bisa dibatalkan.
"Mungkin (dibatalkan), tetapi kita lihat nanti. Perundingan masih terjadwal," ujar Trump akhir pekan lalu, seperti diberitakan Reuters.
Lebih lanjut, Trump juga mengatakan bahwa AS tak akan berbisnis dengan Huawei, sesuatu yang sangat mungkin menyulut amarah dari pihak China.
"AS tidak akan berbisnis dengan Huawei. Namun itu bisa berubah jika ada kesepakatan dagang AS-China," katanya.
Dalam risetnya, Goldman Sachs menyebut bahwa AS-China sepertinya akan sulit mencapai kesepakatan dagang sebelum Pemilu di AS tahun depan. Perang dagang kemungkinan masih akan berkecamuk sampai tahun depan dan bisa berujung kepada resesi.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
HALAMAN SELANJUTNYA ->>>>
Pages
Most Popular