
Pekan Lalu, Rekor, Rekor & Rekor! Awal Pekan Ini Emas Stagnan
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
12 August 2019 09:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan harga emas dunia masih sangat terbatas. Ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China membuat emas masih dipertahankan oleh investor.
Pada perdagangan hari Senin (12/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) menguat tipis 0,05% ke level US$ 1.509,3/troy ounce (Rp 679.427/gram).
Adapun harga emas di pasar spot melemah terbatas 0,05% menjadi US$ 1.496,12/troy ounce (Rp 673.495/gram).
Pekan lalu, harga emas COMEX dan spot sama-sama menguat sebesar 2,22% secara point-to-point.
Akhir pekan lalu (9/8/2019) Presiden AS, Donald Trump, mengatakan bahwa Washington masih terus melanjutkan perundingan dagang dengan China, seperti dikutip dari Reuters.
Namun dirinya menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan yang akan dibuat untuk sekarang ini.
Penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navaro, mengatakan bahwa pihaknya masih melanjutkan rencana perundingan dengan China di Washington pada awal bulan September.
"Kami melanjutkan rencana mengundang negosiator China untuk datang ke mari [Washington]," ujar Navaro kepada CNBC International.
Melihat sinyal-sinyal tersebut, masih banyak ketidakpastian dari nasib hubungan dagang kedua negara. Namun setidaknya belum ada ancaman baru terkait eskalasi perang dagang.
Alhasil investor masih belum mau melepas emas banyak-banyak. Meski juga tidak semakin gencar memburu sang logam mulia.
Sebagaimana yang telah diketahui, emas seringkali dipilih investor sebagai instrumen pelindung nilai (hedging) kala kondisi perekonomian tengah tak pasti.
Sementara pekan lalu, harga emas juga terdorong oleh adanya rilis data ekonomi sejumlah negara yang buruk.
Di Inggris, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 terkontraksi sebesar 0,2% secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ). Ini menandakan kontraksi pertama sejak tahun 2012 silam.
Sementara di Jerman, produksi barang-barang industrial pada bulan Juni terkontraksi 1,5% yang merupakan angka penurunan paling besar dalam 9 tahun terakhir.
Gejolak perang dagang serta sinyal baru terkait perlambatan ekonomi global membuat investor masih belum mau masuk ke instrumen berisiko.
(asumsi kurs: 1US$=Rp 14.000)
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Emas, How High Can You Fly
Pada perdagangan hari Senin (12/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) menguat tipis 0,05% ke level US$ 1.509,3/troy ounce (Rp 679.427/gram).
Adapun harga emas di pasar spot melemah terbatas 0,05% menjadi US$ 1.496,12/troy ounce (Rp 673.495/gram).
Pekan lalu, harga emas COMEX dan spot sama-sama menguat sebesar 2,22% secara point-to-point.
Akhir pekan lalu (9/8/2019) Presiden AS, Donald Trump, mengatakan bahwa Washington masih terus melanjutkan perundingan dagang dengan China, seperti dikutip dari Reuters.
Namun dirinya menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan yang akan dibuat untuk sekarang ini.
Penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navaro, mengatakan bahwa pihaknya masih melanjutkan rencana perundingan dengan China di Washington pada awal bulan September.
"Kami melanjutkan rencana mengundang negosiator China untuk datang ke mari [Washington]," ujar Navaro kepada CNBC International.
Melihat sinyal-sinyal tersebut, masih banyak ketidakpastian dari nasib hubungan dagang kedua negara. Namun setidaknya belum ada ancaman baru terkait eskalasi perang dagang.
Alhasil investor masih belum mau melepas emas banyak-banyak. Meski juga tidak semakin gencar memburu sang logam mulia.
Sebagaimana yang telah diketahui, emas seringkali dipilih investor sebagai instrumen pelindung nilai (hedging) kala kondisi perekonomian tengah tak pasti.
Sementara pekan lalu, harga emas juga terdorong oleh adanya rilis data ekonomi sejumlah negara yang buruk.
Di Inggris, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 terkontraksi sebesar 0,2% secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ). Ini menandakan kontraksi pertama sejak tahun 2012 silam.
Sementara di Jerman, produksi barang-barang industrial pada bulan Juni terkontraksi 1,5% yang merupakan angka penurunan paling besar dalam 9 tahun terakhir.
Gejolak perang dagang serta sinyal baru terkait perlambatan ekonomi global membuat investor masih belum mau masuk ke instrumen berisiko.
(asumsi kurs: 1US$=Rp 14.000)
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Emas, How High Can You Fly
Most Popular