
Ada Harapan AS-China Baikan, Rupiah Tak Lagi Tertekan
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 August 2019 08:36

Sepertinya pelaku pasar lega karena yuan mulai menguat terhadao dolar AS. Sebab, sempat muncul kecurigaan bahwa China seakan membiarkan yuan melemah.
Awal pekan ini, yuan anjlok di kisaran 1% di hadapan greenback dan menembus kisaran CNY 7/US$. Yuan tidak pernah selemah itu sejak Maret 2008.
Oleh karena itu, timbul dugaan bahwa China mulai melancarkan perang mata uang. Yuan sengaja dilemahkan agar ekspor China tetap kompetitif dan sebagai sarana untuk menggertak AS.
Ya, akhir pekan lalu AS menebar ancaman akan menerapkan bea masuk 10% bagi importasi produk-produk made in China senilai US$ 300 miliar. Kebijakan ini rencananya berlaku mulai 1 September.
Balasan China ternyata lebih pedih. China 'memainkan' nilai tukar yuan agar produk China tetap menarik di pasar global, termasuk di AS.
Namun pagi ini investor boleh tenang karena yuan sudah kembali menguat. Mungkin setelah melemah lumayan tajam, yuan kini mengalami technical rebound, sama seperti rupiah.
Selain itu, pelaku pasar boleh lega karena masih ada harapan AS dan China kembali ke meja perundingan. Kedua negara memang menyepakati pertemuan di Washington awal bulan depan.
Pekan lalu, China dan AS baru saja menyelesaikan dialog perdagangan di Shanghai. Pertemuan itu disebut-sebut jujur, efisien, dan konstruktif, menurut kantor berita Xinhua seperti dikutip dari Reuters.
“China memberi konfirmasi seputar komitmen mereka untuk meningkatkan pembelian produk-produk pertanian AS. Pertemuan (di Shanghai) sangat konstruktif dan kami mengharapkan negosiasi berlanjut di Washington pada awal September,” tulis pernyataan resmi Gedung Putih, akhir bulan lalu.
Dalam wawancara dengan CNBC International, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow mengungkapkan rencana pertemuan dengan China masih ada di atas meja. Bahkan kalau ada perkembangan positif dalam dialog, AS bisa saja mengubah kebijakan bea masuknya.
"Perlu dua orang untuk menari tango," ujar Kudlow.
Ditopang oleh masih adanya harapan damai dagang AS-China, pelaku pasar terbangun dari 'tidur'. Aset-aset berisiko di negara berkembang mulai dimasuki, meski belum terlalu agresif. Namun ini sudah cukup membantu, mengingat dalam beberapa hari terakhir arus modal begitu terkonsentrasi di aset-aset aman (safe haven) akibat tingginya risiko di perekonomian dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Awal pekan ini, yuan anjlok di kisaran 1% di hadapan greenback dan menembus kisaran CNY 7/US$. Yuan tidak pernah selemah itu sejak Maret 2008.
Oleh karena itu, timbul dugaan bahwa China mulai melancarkan perang mata uang. Yuan sengaja dilemahkan agar ekspor China tetap kompetitif dan sebagai sarana untuk menggertak AS.
Ya, akhir pekan lalu AS menebar ancaman akan menerapkan bea masuk 10% bagi importasi produk-produk made in China senilai US$ 300 miliar. Kebijakan ini rencananya berlaku mulai 1 September.
Balasan China ternyata lebih pedih. China 'memainkan' nilai tukar yuan agar produk China tetap menarik di pasar global, termasuk di AS.
Namun pagi ini investor boleh tenang karena yuan sudah kembali menguat. Mungkin setelah melemah lumayan tajam, yuan kini mengalami technical rebound, sama seperti rupiah.
Selain itu, pelaku pasar boleh lega karena masih ada harapan AS dan China kembali ke meja perundingan. Kedua negara memang menyepakati pertemuan di Washington awal bulan depan.
Pekan lalu, China dan AS baru saja menyelesaikan dialog perdagangan di Shanghai. Pertemuan itu disebut-sebut jujur, efisien, dan konstruktif, menurut kantor berita Xinhua seperti dikutip dari Reuters.
“China memberi konfirmasi seputar komitmen mereka untuk meningkatkan pembelian produk-produk pertanian AS. Pertemuan (di Shanghai) sangat konstruktif dan kami mengharapkan negosiasi berlanjut di Washington pada awal September,” tulis pernyataan resmi Gedung Putih, akhir bulan lalu.
Dalam wawancara dengan CNBC International, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow mengungkapkan rencana pertemuan dengan China masih ada di atas meja. Bahkan kalau ada perkembangan positif dalam dialog, AS bisa saja mengubah kebijakan bea masuknya.
"Perlu dua orang untuk menari tango," ujar Kudlow.
Ditopang oleh masih adanya harapan damai dagang AS-China, pelaku pasar terbangun dari 'tidur'. Aset-aset berisiko di negara berkembang mulai dimasuki, meski belum terlalu agresif. Namun ini sudah cukup membantu, mengingat dalam beberapa hari terakhir arus modal begitu terkonsentrasi di aset-aset aman (safe haven) akibat tingginya risiko di perekonomian dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular