Gegara China: Asing Kabur, RI Batuk-Batuk, BI Jungkir Balik!

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
06 August 2019 15:13
Pelaku pasar dibuat cemas oleh perkembangan hubungan AS-China. Drama dimulai dengan cuitan Presiden AS Donald Trump di Twitter.
Foto: Foto ilustrasi dolar amerika dan yuan china. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar dibuat cemas oleh perkembangan hubungan AS-China. Drama dimulai dengan cuitanĀ Presiden AS Donald Trump di Twitter.

Eks taipan properti itu mengancam bakal menerapkan bea masuk baru sebesar 10% untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 300 miliar ke AS.

China tidak terima. Beijing menegaskan siap menjalani perang dagang jika memang tidak terhindarkan.

Bahkan sepertinya aksi balas dendam China lebih kejam. Sejak kemarin, China seakan membiarkan nilai tukar yuan melemah. Baru kali pertama sejak 2008 di mana US$ 1 berada di kisaran CNY 7.


Yuan memang tidak sepenuhnya bergerak berdasarkan mekanisme pasar. Bank Sentral China (PBoC) setiap hari menetapkan nilai tengah yuan. Mata uang ini diperkenankan untuk melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah itu.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Moneter BI, Nanang Hendarsah, mengungkapkan serangan balasan China ini menjadi salah satu faktor rupiah yang melemah.

"Retaliasi oleh China dengan memperlemah mata uang Yuan di atas level psikologis 7 per dolar sebagai respon atas pengenaan tarif impor oleh AS, menjadikan perang dagang AS - China memasuki fase baru."

"Langkah China tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan full-blown trade war yang akan menggiring ekonomi global semakin melemah, sehingga menyebabkan indek harga saham S&P 500 yang merosot dalam sehari 3.5% dan aksi flight to quality yang ditandai dengan turunnya yield obligasi AS ke 1,71%," papar Nanang kepada CNBC Indonesia, Selasa (6/8/2019).

RI Batuk-Batuk Gegara China, Asing Kabur! Foto: Foto ilustrasi dolar amerika dan yuan china. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo


Nanang menceritakan perjuangan BI menahan pelemahan tersebut. Dari awal perdagangan, kurs NDF [Non-Deliverable Forward] melesat ke Rp 14.570/US$.

"Sehingga kami mengantisipasi kemungkinan adanya aksi jual SBN (Surat Berharga Negara) oleh investor asing yang akan memicu pelemahan spot rupiah pada pembukaan pasar pukul 08.00 WIB," tutur Nanang.

"Pada pembukaan pasar rupiah langsung melemah dengan gap dari penutupan sebelumnya di Rp14.250/US$ ke Rp14.315/US$, yang kemudian kami langsung respons dengan masuk ke pasar spot dan pasar sekunder SBN," imbuhnya.

Masuknya BI ke pasar bond menjadi penting. Menurut Nanang, bank sentral melihat gejala pelepasan SBN oleh investor asing.



"Apabila tidak ditahan akan memicu sell off sehingga memukul balik ke tekanan Rupiah. BI membeli SBN dengan masuk ke seri seri SBN yang di lepas asing secara berkelanjutan dalam jumlah signifikan," terangnya.

"Bagi kami membeli SBN selain untuk menjaga market confidence, juga untuk building stock SBN untuk digunakan dalam operasi Reverse Repo SBN, serta menambah pasokan likuiditas Rupiah ke sektor perbankan secara permanen."

"Kami akan tetap tajam mewaspadai dinamika global untuk merespons dalam menjaga stabilitas rupiah," jelasnya.


Simak video 'Perang Dagang Bikin Rupiah Terjungkal" di bawah ini:

[Gambas:Video CNBC]

(wed) Next Article Era 'Diskon' Rupiah Masih Berlanjut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular