
Ekonomi Global Berisiko, Harga Batu Bara Sulit Bangkit
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
05 August 2019 10:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Ditutup di level US$ 72,7/metrik ton pada perdagangan akhir pekan lalu (2/8/2019), harga batu bara acuan Newcastle kontrak pengiriman September tercatat melemah 0,95% dalam sepekan.
Perlambatan ekonomi global masih menjadi sentimen yang membawa tekanan pada harga batu legam ini.
Pada hari Kamis (1/8/2019), setelah delegasi dagang Amerika Serikat (AS) melakukan perundingan tatap muka dengan delegasi China, Presiden AS Donald Trump mengatakan akan memberi tarif 10% pada produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.
Sebelumnya produk-produk tersebut bukan merupakan objek perang dagang.
"Perundingan dagang terus berlanjut, dan selagi berunding AS akan menerapkan tambahan kecil 10% bea masuk untuk impor produk China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September. Ini tidak termasuk importasi senilai US$ 250 miliar yang sudah dikenakan bea masuk 25%," tulis Trump melalui Twitter.
Berkaca pada eskalasi perang dagang yang terjadi pada bulan Mei, Bank Dunia (World Bank/WB) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kompak sudah kompak menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dan 2020.
pada bulan Juni 2019, Bank Dunia menurunkan ramalan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 0,3 persen poin menjadi 2,6%. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dipangkas 0,1 persen poin menjadi 2,7%.
Adapun IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dan 2020 sebesar 0,1 persen poin menjadi masing-masing sebesar 3,25 dan 3,5%.
Kala itu penyebab utamanya alah keputusan Trump untuk menaikkan bea impor asal China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%). China membalas dengan tarif tambahan 5-25% atas produk AS senilai US$ 60 miliar.
Kini, perekonomian global menghadapi risiko perlambatan ekonomi yang semakin parah.
Di pasar batu bara, tentu hal tersebut bukan hal yang baik. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi global seringkali bergerak searah dengan pertumbuhan permintaan energi, salah satunya adalah batu bara.
Selain itu, pemerintah India juga tengah berencana untuk mengurangi setidaknya sepertiga volume impor batu bara dalam lima tahun mendatang. Hal tersebut dilakukan karena adanya peningkatan produksi batu bara dalam negeri dan kenaikan output listrik dari sumber terbarukan.
India merupakan negara importir batu bara terbesar kedua di dunia, hanya kalah dengan China. Penurunan permintaan dari India akan sangat mempengaruhi keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Perlambatan ekonomi global masih menjadi sentimen yang membawa tekanan pada harga batu legam ini.
Sebelumnya produk-produk tersebut bukan merupakan objek perang dagang.
"Perundingan dagang terus berlanjut, dan selagi berunding AS akan menerapkan tambahan kecil 10% bea masuk untuk impor produk China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September. Ini tidak termasuk importasi senilai US$ 250 miliar yang sudah dikenakan bea masuk 25%," tulis Trump melalui Twitter.
Berkaca pada eskalasi perang dagang yang terjadi pada bulan Mei, Bank Dunia (World Bank/WB) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kompak sudah kompak menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dan 2020.
pada bulan Juni 2019, Bank Dunia menurunkan ramalan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 0,3 persen poin menjadi 2,6%. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dipangkas 0,1 persen poin menjadi 2,7%.
Adapun IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dan 2020 sebesar 0,1 persen poin menjadi masing-masing sebesar 3,25 dan 3,5%.
Kala itu penyebab utamanya alah keputusan Trump untuk menaikkan bea impor asal China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%). China membalas dengan tarif tambahan 5-25% atas produk AS senilai US$ 60 miliar.
Kini, perekonomian global menghadapi risiko perlambatan ekonomi yang semakin parah.
Di pasar batu bara, tentu hal tersebut bukan hal yang baik. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi global seringkali bergerak searah dengan pertumbuhan permintaan energi, salah satunya adalah batu bara.
Selain itu, pemerintah India juga tengah berencana untuk mengurangi setidaknya sepertiga volume impor batu bara dalam lima tahun mendatang. Hal tersebut dilakukan karena adanya peningkatan produksi batu bara dalam negeri dan kenaikan output listrik dari sumber terbarukan.
India merupakan negara importir batu bara terbesar kedua di dunia, hanya kalah dengan China. Penurunan permintaan dari India akan sangat mempengaruhi keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Most Popular