
Nestapa Krakatau Steel, Ibarat Tikus Mati di Lumbung Padi
Monica Wareza, CNBC Indonesia
31 July 2019 14:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memanggil seluruh manajemen PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), beserta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membahas kondisi keuangan produsen baja tersebut.
Apalagi Krakatau Steel dalam tujuh tahun terakhir tak pernah mengantongi laba bersih. Belum lagi permasalahan pabrik blash furnace yang merupakan proyek besar perusahaan yang tak selesai pembangunannya hingga saat ini.
Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo S menilai ada pengelolaan yang kurang tepat membuat yang membuat BUMN baja tersebut perusahaan ini bahkan membuat salah satu komisaris perusahaan mengundurkan diri.
"Komisi VI akan segera rapatkan karena aset bangsa. Panggil Menteri PUPR dan Menteri BUMN untuk tanggung jawab, manajemen juga dipanggil," kata Bambang kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/7/2019) malam.
Menurut dia, sinergi BUMN sejauh ini masih belum diterapkan dengan baik. Tercermin dari tak seiring peningkatan pembangunan infrastruktur yang besar dengan penggunaan baja dalam negeri.
Dia menjelaskan, dana pembangunan infrastruktur ini naik tajam selama masa pemerintahan presiden saat ini, sangat berbeda dengan presiden periode sebelumnya. Namun sayangnya baja yang merupakan komponen utama infrastruktur tak menggunakan produksi dalam negeri.
Bambang menilai pemerintah tak memprioritaskan penggunaan baja lokal dalam pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, arus baja impor yang masuk ke Indonesia semakin deras lantaran adanya kebijakan dari pemerintah yang membuat harga jual baja impor lebih murah ketimbang baja lokal.
"Satu komisarisnya mundur karena tau kebijakan direksi tidak bagus juga, ada yang ga bener. Tapi pemerintah juga tidak benar dalam manajemen penggunaan baja juga," tegasnya.
(hps/hps) Next Article Lolos Dari Kebangkrutan, Saham Krakatau Steel Layak Diburu?
Apalagi Krakatau Steel dalam tujuh tahun terakhir tak pernah mengantongi laba bersih. Belum lagi permasalahan pabrik blash furnace yang merupakan proyek besar perusahaan yang tak selesai pembangunannya hingga saat ini.
Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo S menilai ada pengelolaan yang kurang tepat membuat yang membuat BUMN baja tersebut perusahaan ini bahkan membuat salah satu komisaris perusahaan mengundurkan diri.
Menurut dia, sinergi BUMN sejauh ini masih belum diterapkan dengan baik. Tercermin dari tak seiring peningkatan pembangunan infrastruktur yang besar dengan penggunaan baja dalam negeri.
Dia menjelaskan, dana pembangunan infrastruktur ini naik tajam selama masa pemerintahan presiden saat ini, sangat berbeda dengan presiden periode sebelumnya. Namun sayangnya baja yang merupakan komponen utama infrastruktur tak menggunakan produksi dalam negeri.
Bambang menilai pemerintah tak memprioritaskan penggunaan baja lokal dalam pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, arus baja impor yang masuk ke Indonesia semakin deras lantaran adanya kebijakan dari pemerintah yang membuat harga jual baja impor lebih murah ketimbang baja lokal.
"Satu komisarisnya mundur karena tau kebijakan direksi tidak bagus juga, ada yang ga bener. Tapi pemerintah juga tidak benar dalam manajemen penggunaan baja juga," tegasnya.
(hps/hps) Next Article Lolos Dari Kebangkrutan, Saham Krakatau Steel Layak Diburu?
Most Popular