
DPR: Ironis, Proyek Infrastruktur Tak Sembuhkan Borok KRAS
Monica Wareza, CNBC Indonesia
31 July 2019 10:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Parlemen akhirnya angkat bicara atas borok keuangan menahun yang diderita oleh perusahaan produsen baja milik negara PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS).
Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo S menilai ada hal yang ironis menyimak kondisi keuangan Krakatau Steel saat ini. Pasalnya, kinerja keuangan perusahaan yang bertahun-tahun merah ini tak sejalan dengan langkah pemerintah untuk menggenjot pembangunan infrastruktur.
Padahal anggaran pembangunan infrastruktur selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) naik signifikan, dibanding periode pemerintahan sebelumnya.
Dalam pembangunan infrastruktur baja merupakan komponen utama yang dibutuhkan. Namun pembangunan infrastruktur yang masif tersebut justru tidak memberikan dampak besar bagi produsen baja produksi dalam negeri.
"Ini ironis, berarti ada satu kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah dalam manajemen penggunaan baja," kata Bambang kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/7/2019).
Dia menilai pemerintah tidak memprioritaskan penggunaan baja lokal dalam pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, arus baja impor yang masuk ke Indonesia semakin deras lantaran adanya kebijakan dari pemerintah yang membuat harga jual baja impor lebih murah ketimbang baja lokal.
"Kita melihat ini ada kesalah dalam manajemen terutama membuka keran (impor) lebar. Penggunaan baja dalam negeri tidak prioritas untuk baja dalam negeri, jadi sinergi BUMN hampir dikatakan gagal. Jadi baja yang digunakan adalah baja impor. Baja impor harganya jauh lebih rendah dan hancurkan industri baja dalam negeri," terang dia.
Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah untuk melindungi industri strategis dalam negeri, termasuk baja agar tak tergusur dengan arus baja impor.
Versi BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) harus menghentikan proyek pabrik baja dengan teknologi tanur tiup atau blast furnace. Persoalan ini juga disoroti oleh mantan Komisaris Independen Roy Maningkas karena dinilai bakal merugikan Krakatau Steel.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Acshanul Qosasi menilai proyek pabrik baja dengan teknologi blast furnace lebih baik dihentikan karena adanya pemborosan. Blast Furnace atau biasa juga disebut dengan tanur tiup digunakan untuk mereduksi secara kimia dan mengkonversi secara fisik bijih besi yang padat.
"Proses produksi terlalu panjang, sekarang untuk lebih efisien, dihentikan saja," kata Achsanul kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/7/2019).
Baja Lokal Tak Kuat Lawan Serbuan Impor China
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article KRAS Raih Pendapatan US$ 689,8 Juta di Kuartal I 2023
Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo S menilai ada hal yang ironis menyimak kondisi keuangan Krakatau Steel saat ini. Pasalnya, kinerja keuangan perusahaan yang bertahun-tahun merah ini tak sejalan dengan langkah pemerintah untuk menggenjot pembangunan infrastruktur.
Padahal anggaran pembangunan infrastruktur selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) naik signifikan, dibanding periode pemerintahan sebelumnya.
Dalam pembangunan infrastruktur baja merupakan komponen utama yang dibutuhkan. Namun pembangunan infrastruktur yang masif tersebut justru tidak memberikan dampak besar bagi produsen baja produksi dalam negeri.
"Ini ironis, berarti ada satu kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah dalam manajemen penggunaan baja," kata Bambang kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/7/2019).
Dia menilai pemerintah tidak memprioritaskan penggunaan baja lokal dalam pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, arus baja impor yang masuk ke Indonesia semakin deras lantaran adanya kebijakan dari pemerintah yang membuat harga jual baja impor lebih murah ketimbang baja lokal.
"Kita melihat ini ada kesalah dalam manajemen terutama membuka keran (impor) lebar. Penggunaan baja dalam negeri tidak prioritas untuk baja dalam negeri, jadi sinergi BUMN hampir dikatakan gagal. Jadi baja yang digunakan adalah baja impor. Baja impor harganya jauh lebih rendah dan hancurkan industri baja dalam negeri," terang dia.
Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah untuk melindungi industri strategis dalam negeri, termasuk baja agar tak tergusur dengan arus baja impor.
Versi BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) harus menghentikan proyek pabrik baja dengan teknologi tanur tiup atau blast furnace. Persoalan ini juga disoroti oleh mantan Komisaris Independen Roy Maningkas karena dinilai bakal merugikan Krakatau Steel.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Acshanul Qosasi menilai proyek pabrik baja dengan teknologi blast furnace lebih baik dihentikan karena adanya pemborosan. Blast Furnace atau biasa juga disebut dengan tanur tiup digunakan untuk mereduksi secara kimia dan mengkonversi secara fisik bijih besi yang padat.
"Proses produksi terlalu panjang, sekarang untuk lebih efisien, dihentikan saja," kata Achsanul kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/7/2019).
Baja Lokal Tak Kuat Lawan Serbuan Impor China
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article KRAS Raih Pendapatan US$ 689,8 Juta di Kuartal I 2023
Most Popular