
Gocap, Jigo, Gocap, Jigo, The Fed Pilih yang Mana Nih...?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 July 2019 11:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Arah suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed menjadi isu paling 'hot' yang mendikte pergerakan pasar keuangan dunia dalam beberapa waktu terakhir. Pada dini hari nanti waktu Indonesia, Ketua Jerome 'Jay' Powell akan mengumumkan hasil rapat bulanan yang menentukan suku bunga acuan.
Pelaku pasar punya ekspektasi tinggi The Fed akan menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke2-2,25% mencapai 78,1%. Sementara kemungkinan pemangkasan yang lebih agresif sebesar 50 bps menjadi 1,75-2% adalah 21,9%. Tidak ada ruang suku bunga ditahan di 2,25-2,5%, probabilitasnya 0%.
Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, suku bunga kredit di AS bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsi yang ujungnya membuat roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Kala roda perekonomian AS berputar kencang, perekonomian dunia juga akan melaju di level yang tinggi. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Pada awal 2019, The Fed masih bersikukuh arah kebijakan suku bunga adalah bias ketat alias bisa naik lagi. Namun seiring waktu, arahnya berbalik menjadi netral dan kini malah bias longgar.
Dalam beberapa waktu terakhir, pejabat teras The Fed cukup gencar mengeluarkan pernyataan bernada kalem (dovish) yang bisa diartikan sebagai sinyal kuat bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas dalam waktu dekat. Pada tanggal 10 Juli, The Fed merilis risalah rapat (minutes of meeting) yang memberi kode keras akan ada penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat.
"Beberapa peserta rapat melihat bahwa pemangkasan Federal Funds Rate dalam waktu dekat dapat membantu meminimalkan dampak guncangan ekonomi pada masa mendatang," tulis risalah rapat The Fed,.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kini, the one million dollar question yang menghinggapi benak pelaku pasar keuangan di seluruh dunia adalah seberapa besar penurunan suku bunga acuan bulan ini? 'Hanya' 25 bps atau bisa 50 bps?
Kemarin, ada perkembangan baru yang sejatinya bisa membuat peta permainan berubah. Personal Consumption Expenditures (PCE) inti pada Juni dilaporkan naik 1,6% secara tahunan. Di bawah konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv sebesar 1,7%.
Sebagai informasi, dua indikator utama yang diperhatikan The Federal Reserve (The Fed) dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya adalah inflasi dan pasar tenaga kerja. PCE inti merupakan acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur inflasi. The Fed menargetkan PCE inti dalam jangka menengah panjang stabll di kisaran 2%, sesuatu yang masih agak jauh panggang dari api.
Seharusnya, rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi bisa mendongkrak optimisme bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam pertemuan pekan ini. Namun ternyata, sejauh ini pelaku pasar masih meyakini bahwa pemangkasan yang akan dieksekusi oleh The Fed hanya 25 bps.
Memang, terbilang cukup sulit jika mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam satu pertemuan saja. Pasalnya, pasar tenaga kerja AS saat ini bisa dibilang sedang bergairah.
Pada Juni, data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000. Penciptaan lapangan kerja pada Juni juga jauh mengalahkan capaian bulan sebelumnya yaitu 72.000.
Kemudian, ada pula rilis data yang menunjukkan optimisme. The Conference Board menyebutkan angka pembacaan awal Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS periode Juli sebesar 135,7%. Jauh di atas konsensus yang sebesar 125,1 dan pencapaian bulan sebelumnya yaitu 124,3.
Tingginya angka IKK mengindikasikan bahwa masyarakat AS akan meningkatkan konsumsinya pada masa depan. Pada akhirnya, inflasi bisa terdorong naik menuju target 2%.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Lebih lanjut, jika berbicara mengenai besaran pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed, sudah sepatutnya kita membahas mengenai ‘Trump effect’. Sudah cukup lama Presiden AS Donald Trump terus-menerus menyerang The Fed yang dianggapnya salah dalam mengambil keputusan.
Sepanjang 2018, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali dengan total 100 bps. Menurut Trump, seharusnya The Fed justru menurunkan suku bunga acuan guna menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Apalagi, seperti sudah disinggung di halaman sebelumnya, inflasi AS masih berada di bawah target The Fed.
Bulan ini, Trump kembali menyerang The Fed melalui beberapa cuitan di Twitter. “Perekonomian tumbuh 2,1% pada kuartal II, tidak buruk mengingat kita menanggung beban yang sangat berat di leher kita yakni The Federal Reserve. Nyaris tak ada inflasi,” tulis Trump melalui akun @realDonaldTrump pada 26 Juli.
“The Fed 'menaikkan' terlalu dini dan terlalu agresif. Pengetatan kebijakan moneter yang dieksekusi mereka merupakan kesalahan besar lainnya,” cuit Trump pada 29 Juli.
Untuk diketahui, The Fed adalah institusi independen yang tidak bisa diintervensi termasuk oleh presiden. Bank sentral memang idealnya harus independen karena kebijakannya menentukan nasib ekonomi suatu negara.
Oleh karena itu, bisa saja ada kepentingan tersendiri dari Powell dan koleganya untuk membuktikan bahwa bank sentral independen. Ada kemungkinan, opsi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps sudah dihapus dari benak mereka lantaran ada kekhawatiran The Fed akan dianggap tidak lagi independen karena menuruti keinginan Trump.
Dengan memperhatikan berbagai perkembangan yang ada, Tim Riset CNBC Indonesia meyakini bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/aji) Next Article Tok! The Fed Tahan Suku Bunga Stabil, Dekati Nol Persen
Pelaku pasar punya ekspektasi tinggi The Fed akan menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke2-2,25% mencapai 78,1%. Sementara kemungkinan pemangkasan yang lebih agresif sebesar 50 bps menjadi 1,75-2% adalah 21,9%. Tidak ada ruang suku bunga ditahan di 2,25-2,5%, probabilitasnya 0%.
Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, suku bunga kredit di AS bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsi yang ujungnya membuat roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Pada awal 2019, The Fed masih bersikukuh arah kebijakan suku bunga adalah bias ketat alias bisa naik lagi. Namun seiring waktu, arahnya berbalik menjadi netral dan kini malah bias longgar.
Dalam beberapa waktu terakhir, pejabat teras The Fed cukup gencar mengeluarkan pernyataan bernada kalem (dovish) yang bisa diartikan sebagai sinyal kuat bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas dalam waktu dekat. Pada tanggal 10 Juli, The Fed merilis risalah rapat (minutes of meeting) yang memberi kode keras akan ada penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat.
"Beberapa peserta rapat melihat bahwa pemangkasan Federal Funds Rate dalam waktu dekat dapat membantu meminimalkan dampak guncangan ekonomi pada masa mendatang," tulis risalah rapat The Fed,.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kini, the one million dollar question yang menghinggapi benak pelaku pasar keuangan di seluruh dunia adalah seberapa besar penurunan suku bunga acuan bulan ini? 'Hanya' 25 bps atau bisa 50 bps?
Kemarin, ada perkembangan baru yang sejatinya bisa membuat peta permainan berubah. Personal Consumption Expenditures (PCE) inti pada Juni dilaporkan naik 1,6% secara tahunan. Di bawah konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv sebesar 1,7%.
Sebagai informasi, dua indikator utama yang diperhatikan The Federal Reserve (The Fed) dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya adalah inflasi dan pasar tenaga kerja. PCE inti merupakan acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur inflasi. The Fed menargetkan PCE inti dalam jangka menengah panjang stabll di kisaran 2%, sesuatu yang masih agak jauh panggang dari api.
Seharusnya, rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi bisa mendongkrak optimisme bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam pertemuan pekan ini. Namun ternyata, sejauh ini pelaku pasar masih meyakini bahwa pemangkasan yang akan dieksekusi oleh The Fed hanya 25 bps.
Memang, terbilang cukup sulit jika mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam satu pertemuan saja. Pasalnya, pasar tenaga kerja AS saat ini bisa dibilang sedang bergairah.
Pada Juni, data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000. Penciptaan lapangan kerja pada Juni juga jauh mengalahkan capaian bulan sebelumnya yaitu 72.000.
Kemudian, ada pula rilis data yang menunjukkan optimisme. The Conference Board menyebutkan angka pembacaan awal Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS periode Juli sebesar 135,7%. Jauh di atas konsensus yang sebesar 125,1 dan pencapaian bulan sebelumnya yaitu 124,3.
Tingginya angka IKK mengindikasikan bahwa masyarakat AS akan meningkatkan konsumsinya pada masa depan. Pada akhirnya, inflasi bisa terdorong naik menuju target 2%.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Lebih lanjut, jika berbicara mengenai besaran pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed, sudah sepatutnya kita membahas mengenai ‘Trump effect’. Sudah cukup lama Presiden AS Donald Trump terus-menerus menyerang The Fed yang dianggapnya salah dalam mengambil keputusan.
Sepanjang 2018, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali dengan total 100 bps. Menurut Trump, seharusnya The Fed justru menurunkan suku bunga acuan guna menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Apalagi, seperti sudah disinggung di halaman sebelumnya, inflasi AS masih berada di bawah target The Fed.
Bulan ini, Trump kembali menyerang The Fed melalui beberapa cuitan di Twitter. “Perekonomian tumbuh 2,1% pada kuartal II, tidak buruk mengingat kita menanggung beban yang sangat berat di leher kita yakni The Federal Reserve. Nyaris tak ada inflasi,” tulis Trump melalui akun @realDonaldTrump pada 26 Juli.
“The Fed 'menaikkan' terlalu dini dan terlalu agresif. Pengetatan kebijakan moneter yang dieksekusi mereka merupakan kesalahan besar lainnya,” cuit Trump pada 29 Juli.
Untuk diketahui, The Fed adalah institusi independen yang tidak bisa diintervensi termasuk oleh presiden. Bank sentral memang idealnya harus independen karena kebijakannya menentukan nasib ekonomi suatu negara.
Oleh karena itu, bisa saja ada kepentingan tersendiri dari Powell dan koleganya untuk membuktikan bahwa bank sentral independen. Ada kemungkinan, opsi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps sudah dihapus dari benak mereka lantaran ada kekhawatiran The Fed akan dianggap tidak lagi independen karena menuruti keinginan Trump.
Dengan memperhatikan berbagai perkembangan yang ada, Tim Riset CNBC Indonesia meyakini bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/aji) Next Article Tok! The Fed Tahan Suku Bunga Stabil, Dekati Nol Persen
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular