
Rilis Inflasi Tak 'Nendang', Wall Street Akan ke Zona Merah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 July 2019 20:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka di zona merah pada perdagangan hari ini. Hingga pukul 20:00 WIB, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 90 poin pada saat pembukaan perdagangan (sekitar 30 menit lagi), sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan turun masing-masing sebesar 15 dan 58 poin.
Rilis angka inflasi ternyata gagal mengerek kinerja bursa saham AS. Pada hari ini, Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index diumumkan tumbuh 1,6% secara tahunan pada Juni 2019, di bawah konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv sebesar 1,7%.
Sebagai informasi, dua indikator utama yang diperhatikan The Federal Reserve (The Fed) dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya adalah inflasi dan pasar tenaga kerja. Core PCE price index merupakan acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur inflasi.
Seharusnya, rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi bisa mendongkrak optimisme bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam pertemuan pekan ini. Namun ternyata, sejauh ini pelaku pasar masih meyakini bahwa pemangkasan yang akan dieksekusi oleh The Fed hanyalah sebesar 25 bps.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 30 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 75%, tak banyak berubah jika dibandingkan dengan posisi sebelum rilis angka Core PCE price index.
Memang, terbilang cukup sulit jika mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam satu pertemuan saja. Pasalnya, pasar tenaga kerja AS saat ini bisa dibilang sedang bergairah.
Pada bulan Juni, data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja. Kemudian, tingkat pengangguran per akhir Juni diumumkan di level 3,7%, di mana level tersebut berada di dekat kisaran terendah dalam 49 tahun terakhir.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan oleh The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing. Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Wall Street Dibuka Menguat Sih, Tapi Kok Tipis-Tipis Saja?
Rilis angka inflasi ternyata gagal mengerek kinerja bursa saham AS. Pada hari ini, Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index diumumkan tumbuh 1,6% secara tahunan pada Juni 2019, di bawah konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv sebesar 1,7%.
Sebagai informasi, dua indikator utama yang diperhatikan The Federal Reserve (The Fed) dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya adalah inflasi dan pasar tenaga kerja. Core PCE price index merupakan acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur inflasi.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 30 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 75%, tak banyak berubah jika dibandingkan dengan posisi sebelum rilis angka Core PCE price index.
Memang, terbilang cukup sulit jika mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam satu pertemuan saja. Pasalnya, pasar tenaga kerja AS saat ini bisa dibilang sedang bergairah.
Pada bulan Juni, data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja. Kemudian, tingkat pengangguran per akhir Juni diumumkan di level 3,7%, di mana level tersebut berada di dekat kisaran terendah dalam 49 tahun terakhir.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan oleh The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing. Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Wall Street Dibuka Menguat Sih, Tapi Kok Tipis-Tipis Saja?
Most Popular