IHSG Berhasil 'Balas Dendam', Tapi Harus Tetap Hati-hati!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 July 2019 09:43
IHSG Berhasil 'Balas Dendam', Tapi Harus Tetap Hati-hati!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,29% pada perdagangan hari ini ke level 6.317,57. Pada pukul 09:30 WIB, IHSG sudah memperlebar penguatannya menjadi 0,49% ke level 6.329,89. IHSG berhasil 'balas dendam' pasca sudah melemah dalam dua hari perdagangan sebelumnya.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,66%, indeks Shanghai menguat 0,46%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,24%, indeks Straits Times terkerek 0,05%, dan indeks Kospi bertambah 0,39%.

Kick off negosiasi dagang AS-China sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Pada hari ini hingga besok (31/7/2019), kedua negara akan menggelar negosiasi dagang di Shanghai.

Memang, ada aura negatif yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang ini. Menteri keuangan AS Steven Mnuchin belum lama ini mengakui bahwa pada saat ini ada banyak masalah yang belum bisa dipecahkan oleh kedua belah pihak.

"Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan)," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.

Kemudian pada hari Jumat (26/7/2019), Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa ada kemungkinan China tidak ingin meneken kesepakatan dagang hingga setelah pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2020. Hal ini dikarenakan China akan bisa menegosiasikan kesepakatan yang lebih menguntungkan pihaknya dengan presiden AS yang baru (dengan asumsi Trump kalah pada Pilpres 2020).

Sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.

Namun, pelaku pasar tampak tetap optimistis bahwa negosiasi dagang kedua negara akan membuka jalan menuju kesepakatan dagang. Apalagi, Mnuchin juga optimistis bahwa kedua belah pihak akan menciptakan kemajuan dengan melakukan perundingan.

"Ekspektasi saya adalah ini (negosiasi dagang di China) akan dilanjutkan dengan negosiasi di Washington dan mudah-mudahan, kami akan terus menghasilkan kemajuan," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.

Diharapkan dengan adanya negosiasi dagang di Shanghai (yang kemudian bisa berlanjut ke Washington), setidaknya kedua negara bisa terus mempertahankan gencatan senjata di bidang perdagangan yang saat ini tengah berlaku. Gencatan senjata yang dimaksud adalah AS dan China tak akan lanjut mengenakan bea masuk baru bagi produk impor dari masing-masing negara.

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Namun, pelaku pasar saham tanah air jangan langsung kelewat senang dulu. Pasalnya, dari dalam negeri ada sentimen yang bisa membuat IHSG putar balik ke zona merah.

Pada pukul 10:30 WIB hari ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dijadwalkan merilis angka realisasi investasi. Sebagai informasi, realisasi investasi yang dimaksud di sini bukanlah investasi di pasar modal, melainkan investasi riil.

Pelaku pasar akan mecermati betul realisasi penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI). Bagi Indonesia, yang terpenting itu bukanlah penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau domestic direct investment (DDI), melainkan PMA.

Pasalnya, dari total penanaman modal di tanah air, lebih dari 50% disumbang oleh PMA. Karena nilainya lebih besar, tentu pertumbuhan PMA yang signifikan akan lebih terasa bagi perekonomian ketimbang pertumbuhan PMDN.

Untuk diketahui, pertumbuhan PMA di era Joko Widodo (Jokowi) sangatlah mengecewakan. Pada tahun 2014, PMA tercatat tumbuh 13,54% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013. Pada tahun 2015, pertumbuhannya sempat naik menjadi 19,22%.

Dalam dua tahun berikutnya (2016-2017), PMA hanya tumbuh di kisaran satu digit. Pada tahun 2018, PMA bahkan tercatat ambruk hingga 8,8%. Untuk periode kuartal I-2019, PMA kembali jatuh yakni sebesar 0,92% secara tahunan, jauh memburuk dibandingkan capaian periode kuartal I-2018 yakni pertumbuhan sebesar 12,27%.

Jika PMA masih saja lesu, bisa dikatakan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tidaklah kinclong. Hal ini tentu bukan kabar baik bagi pasar saham.

Asal tahu saja, sekuritas-sekuritas besar berbendera asing kini memproyeksikan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh di bawah 5% pada tahun 2019.  Melansir konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg, JPMorgan Chase dan Goldman Sachs Group memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% pada tahun ini, sementara Deutsche Bank menaruh proyeksinya di level 4,8%.

Untuk periode kuartal I-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular