Melemah 0,06% Tapi Rupiah Sudah Terlemah di Asia, Kok Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 July 2019 09:33
Melemah 0,06% Tapi Rupiah Sudah Terlemah di Asia, Kok Bisa?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sempat menguat kala pembukaan perdagangan pasar spot hari ini berbalik melemah. Namun bukan berarti harapan rupiah sudah pupus. 

Pada Senin (29/7/2019), US$ 1 dihargai Rp 13.990 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,06% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Seiring perjalanan, penguatan itu menipis, habis, dan rupiah pun masuk ke zona merah. Pada pukul 09:19 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.008 di mana rupiah melemah tipis 0,06%. 

Akan tetapi, rupiah masih punya harapan untuk menguat. Sebab di perdagangan pasar spot, sejatinya rupiah masih terapresiasi dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 


Selain itu, mayoritas mata uang utama Asia juga mampu menguat di hadapan dolar AS. Hanya rupiah, yuan China, dolar Singapura, dan rupee India yang masih tersangkut di zona merah. Sama seperti rupiah, pelemahan yuan juga tipis saja sehingga menyimpan harapan untuk menguat. 

Namun karena pelemahan mata uang lainnya begitu tipis, depresiasi 0,06% saja sudah cukup untuk membuat rupiah jadi yang terlemah di Asia. Bukan start yang enak untuk pekan yang baru.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:21 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS sejatinya sedang melemah secara global. Pada pukul 08:49 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,1%. 

Laju dolar AS tertahan oleh dua faktor utama. Pertama adalah ambil untung (profit taking).  

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah naik 0,67% sementara selama sebulan ke belakang penguatannya mencapai 1,85%. Ya, dolar AS mungkin sudah terlalu mahal sehingga memancing nafsu investor untuk melepas mata uang ini. Tekanan jual membuat dolar AS melemah. 

 

Faktor kedua adalah rilis data penting di Negeri Adidaya. US Bureau of Economic Analysis pada akhir pekan lalu mengumumkan angka pembacaan awal pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal II-2019 yaitu 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat lumayan tajam dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 3,1%. 

Data ini membuat pasar kembali yakin bahwa Bank Sentral (The Federal Reserves/The Fed) bisa saja memangkas suku bunga acuan dengan agresif. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat The Fed 31 Juli adalah 79,6%, turun dibandingkan posisi akhir pekan lalu yaitu 81,2%. Sementara peluang pemangkasan 50 bps adalah 20,4%, naik dari sebelumnya 18,8%. 

Penurunan suku bunga acuan, apalagi lumayan agresif, tentu berimbas negatif terhadap nilai tukar mata uang. Berinvestasi di mata uang tersebut menjadi kurang menarik, karena tidak ada pemanis berupa suku bunga. 

Namun sejauh ini rupiah belum bisa memanfaatkan hal tersebut. Maklum, rupiah memang sudah menguat lumayan tajam. Bahkan kalau dilihat sejak awal tahun, rupiah adalah mata uang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari baht Thailand. 

 

Oleh karena itu, koreksi teknikal memang akan selalu membayangi gerak rupiah. Sayang sekali, karena sebenarnya hari ini dolar AS sedang 'jinak'.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular