Gara-gara Bank Sentral Eropa, Bursa Asia Berguguran

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 July 2019 17:36
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan terakhir di pekan ini di zona merah.
Foto: Bursa Jepang (REUTERS/Issei Kato)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (26/7/2019) di zona merah: indeks Nikkei turun 0,45%, indeks Hang Seng melemah 0,69%, indeks Straits Times terkoreksi 0,52%, dan indeks Kospi berkurang 0,4%.

Hasil pertemuan Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) menjadi faktor utama yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Kemarin (25/7/2019), ECB mengumumkan bahwa main refinancing rate, lending facility rate, dan deposit facility rate dipertahankan masing-masing di level 0%, 0,25% dan -0,4%.

Gara-gara Bank Sentral Eropa, Bursa Saham Asia BerguguranFoto: REUTERS/Ralph Orlowski

Dalam konferensi pers, Gubernur ECB Mario Draghi menyatakan bahwa kemungkinan perekonomian zona euro mengalami resesi sangat kecil.


Draghi yang akan digantikan oleh Christine Lagarde (mantan Direktur Pelaksana IMF) pada 1 November nanti juga melihat bahwa dalam jangka menengah, inflasi diperkirakan akan meningkat akibat berlanjutnya ekspansi ekonomi serta pertumbuhan upah yang cukup bagus.

Pernyataan Draghi tersebut memberikan pesan yang kuat bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang akan dieksekusi ECB di masa depan tidak akan terlalu agresif.

Padahal, perekonomian zona euro dinilai sedang sangat lesu pada saat ini. Sepanjang tahun 2019, tercatat hanya satu kali Manufacturing PMI zona euro berada di atas 50, yakni pada awal tahun.

Mulai dari Februari hingga Juli 2019, Manufacturing PMI zona euro berada di bawah 50. Sebagai informasi, angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi aktivitas manufaktur jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Dengan absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan secara signifikan, dikhawatirkan laju perekonomian zona euro akan semakin lesu lagi.

Selain itu, dikhawatirkan bahwa kalau perekonomian zona euro yang sudah begitu tertekan saja tak bisa memaksa bank sentralnya untuk bersikap sangat dovish, maka The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan bersikap sangat konservatif dalam melakukan pelonggaran kebijakan moneter. Pasalnya, laju perekonomian AS relatif lebih oke ketimbang zona euro.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/tas) Next Article Bank Sentral Eropa Rapat Darurat, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular