
Meski Ditinggal Investor Asing, IHSG Sukses Ditutup Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 July 2019 16:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan penguatan sebesar 0,12% ke level 6.392,39, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak pernah sekalipun merasakan pahitnya zona merah hingga akhir perdagangan.
Akhir sesi dua, IHSG menguat 0,26% ke level 6.401,37. IHSG sukses memutus rentetan koreksi selama tiga hari beruntun.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+1,74%), PT Metropolitan Kentjana Tbk/MKPI (+18,79%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,3%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+2,58%), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,48%).
IHSG berhasil mengekor kinerja dari mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,22%, indeks Shanghai bertambah 0,48%, indeks Hang Seng menguat 0,25%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,45%.
Kembali hadirnya optimisme bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan bertindak lebih dovish dalam pertemuannya bulan ini menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.
Optimisme tersebut kembali hadir pasca rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin (24/7/2019), pembacaan awal atas data Manufacturing PMI periode Juli 2019 diumumkan di level 50 oleh Markit, di bawah konsensus yang sebesar 50,9, dilansir dari Forex Factory.
Sebagai informasi, nilai sebesar 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di AS tak membukukan ekspansi pada bulan Juli jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, walaupun di sisi lain juga tak membukukan kontraksi. Dilansir dari Trading Economics, Manufacturing PMI senilai 50 tersebut merupakan yang terendah yang pernah dibukukan AS sejak September 2009.
Dengan lesunya laju perekonomian AS, praktis The Fed menjadi memiliki alasan yang lebih kuat untuk memangkas tingkat suku bunga acuan secara lebih agresif.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 25 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini naik menjadi 25,6%, dari 23% sehari sebelumnya.
Sebelumnya, optimisme bahwa The Fed akan bertindak lebih dovish sempat memudar lantaran pernyataan dari John Williams selaku New York Federal Reserve President 'didinginkan' oleh Federal Reserve Bank of New York.
Pada pekan lalu, Williams mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.
Namun kemudian, Federal Reserve Bank of New York mengeluarkan pernyataan yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.
Diharapkan, pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang lebih agresif bisa menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, apalagi secara agresif, tingkat suku bunga kredit bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Kala perekonomian AS melaju di level yang relatif tinggi, laju perekonomian dari negara-negara lain juga akan terkerek naik. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Akhir sesi dua, IHSG menguat 0,26% ke level 6.401,37. IHSG sukses memutus rentetan koreksi selama tiga hari beruntun.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+1,74%), PT Metropolitan Kentjana Tbk/MKPI (+18,79%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,3%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+2,58%), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,48%).
Kembali hadirnya optimisme bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan bertindak lebih dovish dalam pertemuannya bulan ini menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.
Optimisme tersebut kembali hadir pasca rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin (24/7/2019), pembacaan awal atas data Manufacturing PMI periode Juli 2019 diumumkan di level 50 oleh Markit, di bawah konsensus yang sebesar 50,9, dilansir dari Forex Factory.
Sebagai informasi, nilai sebesar 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di AS tak membukukan ekspansi pada bulan Juli jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, walaupun di sisi lain juga tak membukukan kontraksi. Dilansir dari Trading Economics, Manufacturing PMI senilai 50 tersebut merupakan yang terendah yang pernah dibukukan AS sejak September 2009.
Dengan lesunya laju perekonomian AS, praktis The Fed menjadi memiliki alasan yang lebih kuat untuk memangkas tingkat suku bunga acuan secara lebih agresif.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 25 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini naik menjadi 25,6%, dari 23% sehari sebelumnya.
Sebelumnya, optimisme bahwa The Fed akan bertindak lebih dovish sempat memudar lantaran pernyataan dari John Williams selaku New York Federal Reserve President 'didinginkan' oleh Federal Reserve Bank of New York.
Pada pekan lalu, Williams mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.
Namun kemudian, Federal Reserve Bank of New York mengeluarkan pernyataan yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.
Diharapkan, pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang lebih agresif bisa menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, apalagi secara agresif, tingkat suku bunga kredit bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Kala perekonomian AS melaju di level yang relatif tinggi, laju perekonomian dari negara-negara lain juga akan terkerek naik. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Next Page
Negosiasi Dagang AS-China Siap Digelar
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular