Efek dari Thamrin Hilang, IHSG Memerah Bersama Bursa Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 July 2019 12:40
Efek dari Thamrin Hilang, IHSG Memerah Bersama Bursa Asia
Foto: Oppo Stock In Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan kenaikan tipis 0,08% ke level 6.461,41, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan cepat berbalik arah ke zona merah dan tak pernah lagi merasakan manisnya zona hijau. Per akhir sesi satu, IHSG melemah 0,44% ke level 6.428,31.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,31%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,7%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,27%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,23%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-2,53%).

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,4%, indeks Shanghai ambruk 0,57% indeks Hang Seng jatuh 0,77%, indeks Straits Times melemah 0,61%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,13%.

Ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS tak akan bertindak kelewat dovish menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham regional.

Sejatinya, sempat membuncah optimisme yang begitu besar bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam pertemuannya bulan ini. Optimisme tersebut membuncah seiring dengan komentar yang dilontarkan John Williams selaku New York Federal Reserve President.

Williams mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.

"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.

Namun, pernyataan tersebut kemudian didinginkan oleh Federal Reserve Bank of New York yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams tersebut bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 21 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini hanya tersisa 22,5%. Padahal sebelumnya, merespons pernyataan dari Williams, probabilitasnya sempat melonjak menjadi ke atas 50%.

Kini, pelaku pasar meyakini bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang akan dieksekusi oleh The Fed pada akhir bulan ini hanya sebesar 25 bps, di mana probabilitasnya mencapai 77,5%.

Absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan dikhawatirkan akan membuat negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut mengalami hard landing.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam. Dari dalam negeri, efek pemangkasan tingkat suku bunga acuan terhadap pasar saham nampak sudah pudar. Maklum, semenjak Bank Indonesia (BI) mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada hari Kamis (18/7/2019), IHSG sudah membukukan penguatan selama dua hari beruntun, yakni pada hari Kamis itu sendiri dan sehari setelahnya (Jumat, 19/7/2019).

Pada hari Kamis, IHSG menguat 0,14%, sementara pada hari Jumat IHSG melejit 0,83%.

Sebagai informasi, pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai sejak hari Rabu (17/7/2019) dan berakhir Kamis, BI akhirnya mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 6% ke level 5,75%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps (menjadi) 5,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, berikut juga proyeksi dari Tim Riset CNBC Indonesia, bahwa tingkat suku bunga acuan akan diturunkan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini.

Kedepannya, BI bahkan melihat bahwa ruang pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut masih terbuka seiring dengan rendahnya inflasi serta demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi, tekanan dari perekonomian global sudah mulai mereda di tahun ini karena China dan AS kembali sepakat untuk melanjutkan negosiasi dagang.

"Sudah akomodatif dari beberapa bulan terakhir dan akan tetap akomodatif ke depannya. Kita longgarkan kebijakan atau bisa juga penurunan suku bunga," tegas Perry.

Di tengah laju perekonomian yang sedang lesu, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi terbaik yang bisa diambil oleh bank sentral. Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh di level 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal I-2019, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.

Namun ya itu tadi, pemangkasan tingkat suku bunga yang dieksekusi oleh BI pada pekan lalu sudah di price-in oleh pelaku pasar sehingga kini tak mampu lagi mengangkat kinerja bursa saham tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular