Jamu BI Kurang Joss, Sementara IHSG Cuma Naik Tipis

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 July 2019 15:16
Jamu BI Kurang Joss, Sementara IHSG Cuma Naik Tipis
Foto: Bursa Efek Indonesia (BEI) (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik merepsons hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang baru saja diumumkan. Namun, tambahan kenaikannya hanya tipis saja.

Sebelum BI mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan, IHSG ditransaksikan menguat 0,06% ke level 6.398,44. Kini, penguatan IHSG bertambah sedikit menjadi 0,11% ke level 6.401,45.

Pasca menggelar pertemuan selama dua hari yang dimulai sejak kemarin (17/7/2019), BI memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 6% ke level 5,75%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps (menjadi) 5,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, berikut juga proyeksi dari Tim Riset CNBC Indonesia, bahwa tingkat suku bunga acuan akan diturunkan sebesar 25 bps pada hari ini.

Pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada hari ini terbilang historis lantaran menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak September 2017. Pada tahun 2018, tingkat suku bunga acuan dikerek naik oleh BI sebanyak 175 bps.

Di tengah lesunya kondisi perekonomian saat ini, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi terbaik yang bisa diambil oleh bank sentral. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, tingkat suku bunga kredit diharapkan bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Kala roda perekonomian berputar lebih kencang, penjualan perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa terdongkrak.

Sebagai informasi, lesunya kondisi perekonomian saat ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh di level 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal I-2019, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.
Kinerja bursa saham Asia yang mengecewakan membuat IHSG tak bisa naik banyak-banyak. Hingga berita ini diturunkan, seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei ambruk 1,97%, indeks Shanghai jatuh 1,04%, indeks Hang Seng melemah 0,58%, indeks Straits Times terkoreksi 0,39%, dan indeks Kospi berkurang 0,31%.

Potensi memanasnya perang dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Wall Street Journal melaporkan bahwa proses negosiasi dagang AS-China kini mandek lantaran keduanya tak mampu mencapai kata sepakat terkait dengan kasus Huawei, dilansir dari CNBC International.

Seperti yang diketahui, pada bulan Mei Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 70 entitas terafiliasi dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Sejatinya pasca Trump bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Jepang pada akhir bulan lalu, Trump mengatakan bahwa dirinya akan melonggarkan sanksi yang diberikan terhadap Huawei. Namun, hingga kini AS masih menimbang seberapa besar keringanan yang akan diberikan kepada raksasa pembuat perangkat telekomunikasi asal China tersebut.

Kabar negatif terkait negosiasi dagang AS-China ini datang sehari pasca Trump melempar komentar yang begitu pedas. Dalam rapat kabinet di Gedung Putih yang digelar pada hari Selasa (16/7/2019), Trump menekankan bahwa AS dapat mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar jika diperlukan.

“Ada produk impor senilai US$ 325 miliar yang bisa kita kenakan bea masuk baru jika kita mau,” kata Trump, dilansir dari Bloomberg.

Perkembangan yang ada dalam beberapa waktu terakhir sangat mungkin untuk membuat perang dagang kedua negara justru tereskalasi. Jika ini yang terjadi, dampaknya terhadap laju perekonomian dunia dipastikan akan signifikan, mengingat AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular