Rupiah KO di Kurs Tengah BI, Tapi Peringkat 3 Asia di Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 July 2019 10:33
Rupiah KO di Kurs Tengah BI, Tapi Peringkat 3 Asia di Spot
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Sementara di pasar spot, rupiah masih bergerak labil.

Pada Kamis (18/7/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 13.976. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Ini menjadi depresiasi rupiah dalam dua hari beruntun di kurs tengah BI. Kemarin, rupiah melemah 0,17%.



Sedangkan di perdagangan pasar spot, rupiah belum menemukan permainan terbaiknya. Pada pukul 10:13 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.950 di mana rupiah menguat 0,18%.


Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,11%. Namun tidak lama kemudian penguatan ini menipis dan sempat habis sehingga rupiah berada di zona netral.

Sekarang rupiah kembali menguat, tetapi sepertinya belum stabil. Tampaknya perjalanan rupiah bakal berliku hari ini.

Bukan apa-apa, investor masih menunggu pengumuman suku bunga acuan pada pukul 14:00 WIB nanti. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%.

Pelaku pasar ingin mendapat kepastian di mana posisi BI dalam perekonomian nasional. Apakah masih sebagai penjaga stabilitas, atau sudah berubah menjadi agen pendorong pertumbuhan ekonomi?

Posisi bank sentral akan sangat mempengaruhi pasar, sehingga menjadi sorotan. Jadi sembari menunggu, investor rasanya belum berani terlalu agresif. Main aman dulu deh...



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Meski masih galau, tetapi rupiah bergerak searah dengan mata uang utama Asia yang mayoritas menguat di hadapan dolar AS. Won Korea Selatan menjadi mata uang terkuat di Benua Kuning.

Sepertinya investor merespons positif keputusan Bank Sentral Korea Selatan (BoK) yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1,5%. Langkah ini mengejutkan pasar, karena konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan penurunan suku bunga acuan baru terjadi bulan depan.

Pelaku pasar memberi apresiasi karena pelonggaran kebijakan moneter bisa jadi merupakan obat yang mujarab untuk mengobati perlambatan ekonomi di Negeri Ginseng. Pada kuartal I-2019, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan adalah 0,4% quarter-to-quarter. Ini menjadi laju terlemah sejak kuartal IV-2008.

Apalagi saat ini Korea Selatan tengah terlibat friksi dagang dengan Jepang. Korea Selatan membutuhkan sumber pertumbuhan ekonomi lain untuk menutup lubang di sisi ekspor, dan itu bisa datang dari konsumsi rumah tangga. Untuk mendorong konsumsi, penurunan suku bunga tentu bisa menjadi salah satu solusi.

Harapan perbaikan ekonomi Korea Selatan membuat won menjadi mata uang terkuat di Asia. Sementara rupiah berada di posisi ketiga.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:13 WIB:




(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Dolar AS memang sedang tertekan di Asia. Hanya yuan China dan dolar Taiwan yang masih belum bisa menguat di hadapan dolar AS, sisanya sudah berhasil ke zona hijau.

Bukan hanya di Asia, dolar AS juga menderita di level global. Pada pukul 10:16 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) terkoreksi 0,13%.

Kelesuan dolar AS terjadi seiring rilis Beige Book oleh Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed. Beige book adalah gambaran aktivitas ekonomi terkini yang dikumpulkan dari berbagai negara bagian. Buku ini berwarna beige, sehingga disebut Beige Book.

Secara umum, aktivitas ekonomi di Negeri Adidaya pada pertengahan Mei hingga awal Juli dilaporkan masih meningkat tetapi dalam laju yang terbatas. Penjualan ritel naik tipis sementara penjualan kendaraan bermotor datar-datar saja. Kemudian produksi industri manufaktur cenderung flat sedangkan produksi pertanian malah turun karena curah hujan yang tinggi.

"Meski beberapa negara bagian melaporkan adanya ekspansi ekonomi, tetapi tetapi yang lainnya menyebutkan ada perlambatan meski masih terbatas. Proyeksi ekonomi secara umum masih positif dengan perkiraan pertumbuhan dalam kisaran terbatas, meski ada kekhawatiran dampak negatif terutama dari ketidakpastian di sektor perdagangan," demikian tulis Beige Book The Fed.

Pelaku pasar menilai proyeksi ini cenderung suram, sehingga kebutuhan untuk penurunan suku bunga acuan semakin mendesak. Bahkan sampai akhir tahun, Federal Funds Rate diperkirakan bisa turun 75 bps.

Mengutip CME Fedwatch. probabilitas pemangkasan suku bunga acuan sampai 75 bps tahun ini adalah 39%. Lebih tinggi ketimbang penurunan 50 bps yaitu 27,8%.

Perkembangan ini membuat dolar AS tertekan. Penurunan suku bunga acuan, apalagi lumayan agresif, akan membuat dolar AS kehilangan daya tarik.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular