Menunggu 'Umpan Lambung' BI, Rupiah Sulit Bergerak

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 July 2019 08:57
Menunggu 'Umpan Lambung' BI, Rupiah Sulit Bergerak
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun penguatan rupiah terbatas, karena investor masih dalam penantian pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). 

Pada Kamis (18/7/2019), US$ 1 setara dengan Rp 13.960 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah menipis. Pada pukul 08:24 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 13.970 di mana rupiah hanya menguat tipis 0,04%. 

Hari ini, sepertinya investor benar-benar menantikan pengumuman BI 7 Day Reverse Repo Rate. Maklum, ada ekspektasi bahwa BI akan menurunkan suku bunga acuan. Jika terjadi, maka akan menjadi penurunan pertama sejak Agustus 2017. 


Pelaku pasar ingin mendapat kepastian di mana posisi BI dalam perekonomian nasional. Apakah masih  sebagai penjaga stabilitas, atau sudah berubah menjadi agen pendorong pertumbuhan ekonomi? Posisi bank sentral akan sangat mempengaruhi pasar, sehingga menjadi sorotan. 

Suku bunga acuan baru diumumkan sekitar pukul 14:00 WIB. Jadi sembari menunggu, investor rasanya belum berani terlalu agresif. Main aman dulu deh... Ini yang membuat gerak rupiah menjadi terbatas.  



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara di level regional, mayoritas mata uang utama Asia juga mampu menguat di hadapan dolar AS. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:31 WIB: 

 

Tidak hanya di Asia, dolar AS juga tertekan secara global. Pada pukul 08:34 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,11%.  

Penyebabnya adalah rilis Beige Book oleh Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed. Beige Book adalah gambaran aktivitas ekonomi terkini yang dikumpulkan dari berbagai negara bagian. Buku ini berwarna beige, sehingga disebut Beige Book. 

Secara umum, aktivitas ekonomi di Negeri Adidaya pada pertengahan Mei hingga awal Juli dilaporkan masih meningkat tetapi dalam laju yang terbatas. Penjualan ritel naik tipis sementara penjualan kendaraan bermotor datar-datar saja. Sementara produksi manufaktur juga mendatar, dan produksi pertanian malah turun karena curah hujan tinggi.

"Beberapa negara bagian melaporkan adanya ekspansi ekonomi, tetapi yang lainnya menyebutkan ada perlambatan meski masih terbatas. Proyeksi ekonomi secara umum masih positif dengan perkiraan pertumbuhan dalam kisaran terbatas, meski ada kekhawatiran dampak negatif terutama dari ketidakpastian di sektor perdagangan," demikian tulis Beige Book The Fed. 

Pelaku pasar menilai proyeksi ini cenderung suram, gloomy, sehingga kebutuhan untuk penurunan suku bunga acuan semakin mendesak. Bahkan sampai akhir tahun, Federal Funds Rate diperkirakan bisa turun 75 bps. 

Mengutip CME Fedwatch. probabilitas pemangkasan suku bunga acuan sampai 75 bps tahun ini adalah 39%. Lebih tinggi ketimbang penurunan 50 bps yaitu 27,8%. 

Perkembangan ini membuat dolar AS tertekan. Penurunan suku bunga acuan, apalagi lumayan agresif, akan membuat dolar AS kehilangan daya tarik. Berinvestasi di dolar AS menjadi kurang cuan, wong suku bunga turun. 

Oleh karena itu, dolar AS mengalami tekanan jual. Arus modal berdatangan ke berbagai penjuru, termasuk ke Asia. Sayang, rupiah belum terlalu menikmatinya karena investor masih wait and see.  

Sekarang bola di kaki BI. Pasar menunggu ke mana BI akan mengoper. Semoga BI memberikan umpan lambung yang matang sehingga bisa disundul oleh perekonomian nasional untuk mencetak gol.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular