Efek Pidato Jokowi? Bursa Asia Melemah, IHSG Malah Tancap Gas

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 July 2019 09:59
Efek Pidato Jokowi? Bursa Asia Melemah, IHSG Malah Tancap Gas
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan manis. Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,55% ke level 6.408,31. Pada pukul 09:30 WIB, IHSG telah memperlebar penguatannya menjadi 0,79% ke level 6.423,71.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang sedang ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai ambruk 0,79%, indeks Hang Seng jatuh 0,7%, indeks Straits Times melemah 0,4%, dan indeks Kospi turun 0,28%.

Kabar buruk bagi pasar saham Benua Kuning datang dari China. Beberapa saat yang lalu, biro statistik Negeri Panda mengumumkan bahwa pertumbuhan Produk Domstik Bruto (PDB) China periode kuartal II-2019 berada di level 6,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), menandai laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Angka pertumbuhan ekonomi China tersebut sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Reuters.

Perang dagang antara China dengan AS terbukti sudah sangat menyakiti perekonomian China. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Sejatinya, ada perkembangan yang positif terkait dengan perang dagang AS-China. Seperti yang diketahui, pasca berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang pada akhir bulan Juni, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.

Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Perbincangan mengenai telepon antara delegasi AS dan China kemudian digelar pada pekan lalu dan kemungkinan, negosiasi tatap muka akan segera digelar dalam waktu dekat.

"Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan berangkat ke Beijing dalam waktu dekat. Namun saat ini, menurut saya, kami sedang dalam masa tenang dalam bernegosiasi," ungkap Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters.

Namun tetap saja, bea masuk yang dikenakan satu sama lain oleh kedua negara belum dicabut sehingga masih membebani laju perekonomian keduanya. Optimisme yang membuncah jelang rilis data perdagangan internasional Indonesia sukses memantik aksi beli di bursa saham tanah air. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juni 2019.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi sebesar 8,3% YoY, sementara impor diperkirakan jatuh 5,26% YoY. Alhasil, neraca dagang diramal membukukan surplus senilai US$ 516 juta.

Jika benar terealisasi, tentu surplus neraca dagang akan menjadi kabar positif bagi rupiah. Surplus neraca dagang berarti mata uang Garuda memiliki fundamental yang lebih baik sehingga tak mudah terombang-ambing oleh hot money.

Mengantisipasi neraca dagang yang diperkirakan akan membukukan surplus, rupiah pun diburu hingga mampu mencetak apresiasi sebesar 0,39% di pasar spot ke level Rp 13.945/dolar AS.

Apresiasi rupiah pada akhirnya mendorong pelaku pasar saham tanah air untuk melakukan aksi beli, terlepas dari sentimen eksternal yakni rilis data ekonomi China yang tak mendukung.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tutup Akhir Pekan di Zona Merah, Pergerakan IHSG Flat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular