
Nasib PKP2B Tak Jelas, Saham Batu Bara Bertumbangan
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
12 July 2019 14:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Belum tuntasnya naskah revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP Minerba) sudah memakan korban.
Beleid yang tidak tuntas mengakibatkan salah satu pengelola tambang batu bara generasi pertama, PT Tanito Harum, harus pasrah karena izin operasionalnya tidak dapat diperpanjang. Hal ini memaksa perusahaan untuk menghentikan operasinya yang menyebabkan terjadinya PHK bagi 300 pegawai Tanito.
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandi Arif menuturkan ketidakpastian dari nasib Tanito Harum dapat menimbulkan kekhawatiran pada industri batu bara domestik
Sebagai contoh, jika Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT Arutmin Indonesia (Arutmin) yang habis masa kontraknya di 2020 dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang habis pada 2021 juga terkatung-katung, maka akan memberikan dampak pada industri batu bara. Hal ini dikarenakan total produksi kedua perusahaan tersebut mencapai 100 juta ton.
Harapan Pengusaha Batu Bara ke Pemerintah
[Gambas:Video CNBC]
Putusnya kontrak PKP2B Arutmin dan KPC juga akan berdampak pada kelangsungan bisnis PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Pasalnya, BUMI memegang 70% porsi kepemilikan saham Arutmin, dan 22% saham KPC.
Hal serupa pun disampaikan oleh Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia. Ia mengatakan, dari segi produksi, memang saat ini produksi Tanito Harum tidak banyak, hanya sekitar 1 juta ton, tetapi persoalan PP 23/2010 ini bukan hanya menyangkut Tanito Harum saja, melainkan seluruh PKP2B generasi pertama lain yang akan habis kontraknya.
"PKP2B lain itu menyumbang hampir separuh produksi nasional, jadi kalau tidak ada kejelasan, dampaknya cukup besar," tandas Hendra.
Selain Tanito Harum, Arutmin, dan KPC, perusahaan tambang batu bara akan habis PKP2B dalam waktu dekat di antaranya PT Kendilo Coal Indonesia (KCI) pada pada 2021, PT Multi Harapan Utama (MHU) pada 2022, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT Kideco Jaya Agung (KJA) pada 2023, serta PT Berau Coal pada 2025.
Untuk diketahui, PT Adaro Indonesia secara tidak langsung dimiliki oleh PT Adaro Energy Resources Tbk (ADRO). Lalu 91% saham KJA dipegang oleh PT Indika Energy Tbk (INDY)
Lebih lanjut, santernya polemik yang diderita oleh Tanito Harum dan ketidakpastian PP Minerba membuat pelaku pasar melepas emiten batu bara dalam portfolio mereka. Belum lagi fakta bahwa sepanjang tahun berjalan, harga batu bara dunia (dari pelabuhan Newcastle) tercatat anjlok 22,78%.
Pada penutupan perdagangan sesi I, dari 19 perusahaan tambang batu bara yang masih aktif diperdagangkan di BEI, 13 emiten (68,42%) masuk ke zona merah dengan nilai koreksi terbesar sampai 9,37%.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Harga Batu Bara Merosot, Produksi DOID Melambat
Beleid yang tidak tuntas mengakibatkan salah satu pengelola tambang batu bara generasi pertama, PT Tanito Harum, harus pasrah karena izin operasionalnya tidak dapat diperpanjang. Hal ini memaksa perusahaan untuk menghentikan operasinya yang menyebabkan terjadinya PHK bagi 300 pegawai Tanito.
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandi Arif menuturkan ketidakpastian dari nasib Tanito Harum dapat menimbulkan kekhawatiran pada industri batu bara domestik
Harapan Pengusaha Batu Bara ke Pemerintah
[Gambas:Video CNBC]
Putusnya kontrak PKP2B Arutmin dan KPC juga akan berdampak pada kelangsungan bisnis PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Pasalnya, BUMI memegang 70% porsi kepemilikan saham Arutmin, dan 22% saham KPC.
Hal serupa pun disampaikan oleh Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia. Ia mengatakan, dari segi produksi, memang saat ini produksi Tanito Harum tidak banyak, hanya sekitar 1 juta ton, tetapi persoalan PP 23/2010 ini bukan hanya menyangkut Tanito Harum saja, melainkan seluruh PKP2B generasi pertama lain yang akan habis kontraknya.
"PKP2B lain itu menyumbang hampir separuh produksi nasional, jadi kalau tidak ada kejelasan, dampaknya cukup besar," tandas Hendra.
Selain Tanito Harum, Arutmin, dan KPC, perusahaan tambang batu bara akan habis PKP2B dalam waktu dekat di antaranya PT Kendilo Coal Indonesia (KCI) pada pada 2021, PT Multi Harapan Utama (MHU) pada 2022, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT Kideco Jaya Agung (KJA) pada 2023, serta PT Berau Coal pada 2025.
Untuk diketahui, PT Adaro Indonesia secara tidak langsung dimiliki oleh PT Adaro Energy Resources Tbk (ADRO). Lalu 91% saham KJA dipegang oleh PT Indika Energy Tbk (INDY)
Lebih lanjut, santernya polemik yang diderita oleh Tanito Harum dan ketidakpastian PP Minerba membuat pelaku pasar melepas emiten batu bara dalam portfolio mereka. Belum lagi fakta bahwa sepanjang tahun berjalan, harga batu bara dunia (dari pelabuhan Newcastle) tercatat anjlok 22,78%.
Pada penutupan perdagangan sesi I, dari 19 perusahaan tambang batu bara yang masih aktif diperdagangkan di BEI, 13 emiten (68,42%) masuk ke zona merah dengan nilai koreksi terbesar sampai 9,37%.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Harga Batu Bara Merosot, Produksi DOID Melambat
Most Popular