Tiga Hari 'Puasa', Hari Ini Rupiah Terbaik Kedua di Asia!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 July 2019 08:40
Tiga Hari 'Puasa', Hari Ini Rupiah Terbaik Kedua di Asia!
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menunjukkan performa yang menggembirakan pada hari ini. Pasca sudah 'berpuasa' alias tak pernah mencetak apresiasi dalam tiga hari perdagangan terakhir, hari ini rupiah berhasil memukul mundur dolar AS.

Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah menguat 0,21% ke level Rp 14.095/dolar AS. Pada pukul 08:20 WIB, penguatan rupiah telah melebar menjadi 0,25% ke level Rp 14.090/dolar AS.

Yang lebih menggembirakan lagi, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia. Rupiah hanya kalah dari yen yang mampu menguat sebesar 0,3% melawan greenback.



Dolar AS memang sedang loyo pada hari ini, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang jatuh sebesar 0,08%. Sentimen negatif bagi dolar AS datang dari rilis risalah (minutes of meeting) pertemuan The Fed edisi Juni 2019.

Melalui risalah ini, semakin terkonfirmasi bahwa The Fed memiliki intensi untuk memangkas tingkat suku bunga acuan dalam waktu dekat, kemungkinan pada bulan ini juga. Para pejabat bank sentral Negeri Paman Sam memandang bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan perlu dieksekusi guna menjaga laju perekonomian.

"Beberapa anggota melihat bahwa pemangkasan federal funds rate dalam waktu dekat dapat membantu meminimalisir dampak dari guncangan terhadap ekonomi di masa depan," tulis risalah rapat The Fed, dilansir dari CNBC International.

Perang dagang antara AS dengan China menjadi faktor yang dianggap berpotensi membawa guncangan bagi perekonomian AS. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

"Para anggota secara umum setuju bahwa risiko terhadap prospek perekonomian telah meningkat semenjak pertemuan pada bulan Mei, utamanya risiko yang berkaitan dengan negosiasi dagang yang tengah berlangsung dan perlambatan ekonomi di negara-negara lain."

Selain itu, sinyal kuat bahwa tingkat suku bunga acuan akan segera dipangkas datang dari kekhawatiran yang dirasakan The Fed terkait dengan inflasi yang terus-menerus berada di bawah target.

"Beberapa anggota juga melihat bahwa inflasi yang terus-menerus berada di bawah target berisiko untuk melemahkan ekspektasi inflasi di masa depan yang pada akhirnya akan memperlambat kenaikan bertahap dari inflasi itu sendiri ke target yang sebesar 2%," tulis risalah itu lebih lanjut.

Sebagai informasi, angka inflasi merupakan satu dari dua indikator utama yang dicermati oleh The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, selain juga data tenaga kerja.

Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%. Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, jauh di bawah target The Fed.
Selain itu, ‘tamparan’ bagi dolar AS datang dari testimoni Gubernur The Fed Jerome Powell di hadapan House Financial Services Committee terkait laporan kebijakan moneter semi tahunan.

Dalam testimoninya, sang The Fed-1 memberikan bumbu-bumbu sedap yang membuat pelaku pasar kian yakin bahwa tingkat suku bunga acuan akan segera dipangkas.

Dalam testimoninya, Powell menyebut bahwa investasi dari pelaku usaha di sana telah menunjukkan perlambatan yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan ketidakpastian yang menyelimuti prospek perekonomian.

“Banyak anggota FOMC sebelumnya melihat bahwa urgensi untuk mengadopsi kebijakan moneter yang lebih akomodatif telah meningkat. Sejak saat itu, berdasarkan data yang dirilis dan berbagai perkembangan lainnya, nampak bahwa ketidakpastian terkait perang dagang dan kekhawatiran mengenai laju perekonomian dunia telah terus membebani prospek perekonomian AS.”

Sebelumnya, terdapat kekhawatiran yang besar bahwa The Fed tak akan terlalu dovish di masa depan lantaran pasar tenaga kerja Negeri Paman Sam tengah berada dalam kondisi yang oke.

Pada hari Jumat (5/7/2019), angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 diumumkan sebanyak 224.000, jauh di atas ekspektasi yang sebanyak 162.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.

Kini, pelaku pasar begitu yakin bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas dalam pertemuan The Fed di akhir bulan. Bahkan, cukup banyak pihak yang meyakini bahwa pemangkasannya bukan hanya 25 bps, namun mencapai 50 bps.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 10 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 28,7%, melonjak dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 3,3%. Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps turun menjadi 71,4%, dari 96,7% sehari sebelumnya.

Kala tingkat suku bunga acuan di AS dipangkas, apalagi dengan besaran hingga 50 bps, imbal hasil instrumen berpendapatan tetap di sana seperti deposito dan obligasi juga akan turun. Akibatnya, daya tariknya berkurang sehingga berpotensi membuat dolar AS dilego (untuk dibelikan instrumen berpendapatan tetap di negara-negara lain).

Guna mengantisipasi hal tersebut, aksi jual atas dolar AS sudah dilakukan oleh pelaku pasar keuangan dunia sedari saat ini juga. Rupiah pun berhasil memanfaatkan momentum ini dengan baik.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular