Sentimen Eksternal Tak Mendukung, IHSG Cuma Bisa Naik Tipis

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 July 2019 12:50
Sentimen Eksternal Tak Mendukung, IHSG Cuma Bisa Naik Tipis
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan koreksi tipis sebesar 0,01% ke level 6.351,49, dalam sekejap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu membalikkan keadaan. Per akhir sesi satu, IHSG menguat 0,27% ke level 6.369,07.

Namun, apresiasi IHSG tersebut terbilang tipis lantaran pada posisi tertingginya hari ini (6.386,19), IHSG sempat mencetak penguatan hingga 0,54%.

Koreksi yang sudah dialami IHSG selama dua hari beruntun membuat pelaku pasar terdorong untuk melakukan aksi beli pada hari ini.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,85%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,39%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+4,49%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,47%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+1,56%).

IHSG sukses melaju di zona hijau kala seluruh bursa saham utama kawasan Asia sedang ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun tipis 0,01%, indeks Shanghai melemah 0,53%, indeks Hang Seng jatuh 0,8%, indeks Straits Times terkoreksi 0,05%, dan indeks Kospi terpangkas 0,24%.

Kekhawatiran yang menyelimuti terkait dengan dialog dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Seperti yang diketahui, pasca berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G-20 di Jepang belum lama ini, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.

Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow pada pekan lalu kemudian menyebut bahwa perwakilan kedua negara sedang mengorganisir rencana untuk menggelar dialog antar delegasi AS dan China pada pekan ini.

"Dialog (dengan China) akan berlanjut pada pekan depan," kata Kudlow, dilansir dari Reuters.

Seorang pejabat dari Kantor Perwakilan Dagang AS menyebut bahwa dialog yang sedang diorganisir adalah dialog yang melibatkan pejabat tingkat tinggi dari kedua negara, yang recananya akan dilakukan melalui sambungan telepon.

Sebagai informasi, pejabat tingkat tinggi dalam hal perdagangan dari sisi AS adalah Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Dari pihak China, pejabat tingkat tinggi yang dimaksud adalah Wakil Perdana Menteri Liu He.

Kalau sampai negosiasi tak berjalan dengan baik, ada kemungkinan bahwa AS akan mengabaikan gencatan senjata yang sudah disepakati dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar. Sebelum menyepakati gencatan senjata dengan China, ancaman ini sudah sangat sering ditebar oleh Trump.

Ketika ini yang terjadi, dipastikan bahwa laju perekonomian dunia akan semakin tertekan, mengingat posisi AS dan China selaku dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.

Di AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, belum lama ini Manufacturing PMI periode Juni 2019 diumumkan di level 51,7 oleh Institute for Supply Management (ISM), menandai ekspansi sektor manufaktur terlemah yang pernah dicatatkan AS sejak September 2016 silam.

Hal serupa terjadi juga di China yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Dalam enam bulan pertama tahun 2019, data resmi pemerintahnya mencatat bahwa aktivitas manufaktur membukukan kontraksi sebanyak empat kali yakni pada bulan Januari, Februari, Mei, dan Juni.
Memudarnya optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada bulan ini juga menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Pada hari Jumat (5/7/2019), angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 diumumkan sebanyak 224.000, jauh di atas ekspektasi yang sebanyak 162.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.

Data tenaga kerja menjadi sangat penting lantaran dipantau dengan ketat oleh The Fed guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.

Kini, The Fed hanya diekspektasikan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada akhir bulan ini. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 9 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 94,1%, melonjak dari posisi minggu lalu yang sebesar 75%. Sementara itu, peluang suku bunga acuan diturunkan hingga 50 bps kini hanya tersisa 5,9%, dari yang sebelumnya 25% pada pekan lalu.

Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan bisa membuat perekonomian AS berikut perekonomain dunia mengalami yang namanya hard landing.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular