Rupiah Flat di Kurs Tengah BI, Terlemah Asia di Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 July 2019 10:24
Rupiah Flat di Kurs Tengah BI, Terlemah Asia di Pasar Spot
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih mampu menguat tipis di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun di perdagangan pasar spot, rupiah begitu lemah sampai jadi mata uang terlemah di Asia. 

Pada Senin (8/7/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.147. Rupiah menguat tipis hampir flat 0,01% dibandingkan posisi akhir pekan lalu. 

Namun di pasar spot, nasib rupiah berbeda 180 derajat. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.150 di mana rupiah melemah 0,5%. 

Kala pembukaan pasar, pelemahan rupiah 'cuma' 0,21%. Seiring perjalanan, derita rupiah semakin menjadi. 

Saat ini, mayoritas mata uang utama Asia memang melemah di hadapan dolar AS. Namun dengan depresiasi 0,5%, rupiah menjadi yang terlemah di antara mereka. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:05 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor domestik dan eksternal memang membuat rupiah sulit menguat. Dari dalam negeri, rupiah rentan terserang koreksi teknikal karena pekan lalu seolah menguat sendirian di Asia. 

Sepanjang minggu kemarin, rupiah menguat 0,32% terhadap dolar AS secara. Dalam periode yang sama, ringgit Malaysia melemah 0,1%, dolar Singapura terdepresiasi 0,53%, baht Thailand melemah 0,33%, won Korea Selatan anjlok 1,66%, dan yuan China melemah 0,4%. 


Sementara dari sisi eksternal, banyak hal yang membuat rupiah (dan mata uang Asia) menyerah di hadapan dolar AS. Pertama adalah kegalauan investor menyikapi rilis data ketenagakerjaan AS yang dirilis akhir pekan lalu. 

Di satu sisi, penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam melonjak tajam menjadi 224.000 ribu pada Juni. Jauh melampaui bulan sebelumnya yang direvisi menjadi 72.000 dan konsensus pasar yaitu 160.000. Angka 224.000 menjadi yang tertinggi sejak Januari. 

Namun di sisi lain, angka pengangguran AS malah naik dari 3,6% pada Mei menjadi 3,7% pada Juni. Ini di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan angka pengangguran bertahan di 3,6%. 

Oleh karena itu, muncul sedikit (sedikit saja, tidak usah banyak-banyak) keraguan bahwa Bank Sentral AS The Federal Reserves/The Fed akan menurunkan suku bunga acuan pada rapat 31 Juli mendatang. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25% saat ini adalah 93,1%. Turun dari kemarin yang mencapai 94,6%. 

Jadi tampaknya investor memilih untuk menunggu petunjuk selanjutnya mengenai arah kebijakan moneter Negeri Adidaya sebelum menentukan pilihan. Sikap hati-hati seperti ini membuat instrumen berisiko di negara-negara berkembang kekurangan peminat, sehingga wajar mata uang Asia melemah berjamaah. 

Kedua, data ekonomi di Jepang seperti 'mengusir' investor keluar dari Asia. Pemesanan mesin inti (di luar komponen kapal dan elektronik) di Jepang turun 3,7% year-on-year (YoY) pada Mei.  

Ini menjadi penurunan paling tajam dalam delapan bulan terakhir. Data di Negeri Matahari Terbit menunjukkan perlambatan ekonomi di Asia (dan dunia) semakin nyata.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular