
The Fed Selamatkan Bursa Asia dari Zona Merah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 July 2019 17:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri perdagangan hari ini di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,3%, indeks Straits Times naik 0,13%, dan indeks Kospi naik 0,61%.
The Federal Reserve selaku bank sentral AS menjadi sosok penting di balik kinerja bursa saham Benua Kuning yang relatif oke. Sejatinya, tak ada pejabat The Fed yang mengeluarkan pernyataan yang bisa memantik aksi beli di pasar saham Asia.
Namun, ada optimisme yang besar bahwa The Fed akan segera memangkas tingkat suku bunga acuannya. Optimisme tersebut datang seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan, di mana angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 versi Automatic Data Processing (ADP) diumumkan sebanyak 102.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 140.000, dilansir dari Forex Factory.
Sebagai informasi, data tenaga kerja memang merupakan data yang dipantau dengan ketat oleh The Fed guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.
Pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi kian mungkin untuk dilakukan pada bulan ini mengingat tekanan inflasi (indikator lain yang dipantau The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuan) sangatlah rendah.
Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%.
Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, jauh di bawah target The Fed.
"Ada peluang nyaris sebesar 100% bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan Juli. Saya rasa The Fed akan melihat bahwa indikator-indikator ekonomi di AS telah mulai melambat," kata Scott Colyer, Chief Investment Officer di Advisors Asset Management.
Optimisme tersebut berhasil membuat pelaku pasar mengabaikan potensi meletusnya perang dagang antara AS dengan Uni Eropa. Seperti yang diketahui, pada awal pekan ini Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 4 miliar yang bisa dikenakan bea masuk baru. Barang-barang yang disasar AS berkisar mulai dari makanan hingga minuman keras.
Daftar tersebut melengkapi daftar awal dari produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 21 miliar yang juga bisa dikenakan bea masuk baru. Jika ditotal, ada produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 25 miliar yang siap disasar oleh pemerintahan Trump.
Kebijakan tersebut diambil guna 'menghukum' Uni Eropa karena telah memberikan subsidi kepada Airbus sehingga membuat pabrikan pesawat asal AS, Boeing, menjadi kurang kompetitif.
Uni Eropa pun tak tinggal diam. Seorang juru bicara untuk Komisi Eropa menyebut bahwa pihaknya telah mengetahui terkait ancaman terbaru dari AS dan kebijakan balasan dapat saja diambil, walau dirinya juga tak menutup pintu negosiasi.
"Uni Eropa tetap terbuka untuk berdiskusi dengan AS, asalkan berlangsung tanpa prasyarat dan ditujukan untuk mencapai hasil yang adil," kata juru bicara tersebut, dilansir dari CNN.
Selain itu, rilis data ekonomi yang relatif oke ikut memantik aksi beli di bursa saham Asia. Pada hari ini, Manufacturing PMI Hong Kong periode Juni 2019 diumumkan di level 47,9. Walaupun angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, namun lebih baik ketimbang konsensus yang memperkirakannya di level 46,8, seperti dilansir dari Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Alert! Bursa Saham Eropa 'Kebakaran'...
The Federal Reserve selaku bank sentral AS menjadi sosok penting di balik kinerja bursa saham Benua Kuning yang relatif oke. Sejatinya, tak ada pejabat The Fed yang mengeluarkan pernyataan yang bisa memantik aksi beli di pasar saham Asia.
Namun, ada optimisme yang besar bahwa The Fed akan segera memangkas tingkat suku bunga acuannya. Optimisme tersebut datang seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan, di mana angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 versi Automatic Data Processing (ADP) diumumkan sebanyak 102.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 140.000, dilansir dari Forex Factory.
Pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi kian mungkin untuk dilakukan pada bulan ini mengingat tekanan inflasi (indikator lain yang dipantau The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuan) sangatlah rendah.
Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%.
Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, jauh di bawah target The Fed.
"Ada peluang nyaris sebesar 100% bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan Juli. Saya rasa The Fed akan melihat bahwa indikator-indikator ekonomi di AS telah mulai melambat," kata Scott Colyer, Chief Investment Officer di Advisors Asset Management.
Optimisme tersebut berhasil membuat pelaku pasar mengabaikan potensi meletusnya perang dagang antara AS dengan Uni Eropa. Seperti yang diketahui, pada awal pekan ini Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 4 miliar yang bisa dikenakan bea masuk baru. Barang-barang yang disasar AS berkisar mulai dari makanan hingga minuman keras.
Daftar tersebut melengkapi daftar awal dari produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 21 miliar yang juga bisa dikenakan bea masuk baru. Jika ditotal, ada produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 25 miliar yang siap disasar oleh pemerintahan Trump.
Kebijakan tersebut diambil guna 'menghukum' Uni Eropa karena telah memberikan subsidi kepada Airbus sehingga membuat pabrikan pesawat asal AS, Boeing, menjadi kurang kompetitif.
Uni Eropa pun tak tinggal diam. Seorang juru bicara untuk Komisi Eropa menyebut bahwa pihaknya telah mengetahui terkait ancaman terbaru dari AS dan kebijakan balasan dapat saja diambil, walau dirinya juga tak menutup pintu negosiasi.
"Uni Eropa tetap terbuka untuk berdiskusi dengan AS, asalkan berlangsung tanpa prasyarat dan ditujukan untuk mencapai hasil yang adil," kata juru bicara tersebut, dilansir dari CNN.
Selain itu, rilis data ekonomi yang relatif oke ikut memantik aksi beli di bursa saham Asia. Pada hari ini, Manufacturing PMI Hong Kong periode Juni 2019 diumumkan di level 47,9. Walaupun angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, namun lebih baik ketimbang konsensus yang memperkirakannya di level 46,8, seperti dilansir dari Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Alert! Bursa Saham Eropa 'Kebakaran'...
Most Popular