Berharap The Fed Pangkas Bunga, IHSG Nyaman di Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 July 2019 12:33
Berharap The Fed Pangkas Bunga, IHSG Nyaman di Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan dengan kenaikan tipis sebesar 0,02%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghabiskan mayoritas waktunya hari ini di zona hijau. Hanya sesaat IHSG merasakan pahitnya zona merah. Per akhir sesi satu, IHSG menguat 0,16% ke level 6.372,55.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Bank Maybank Indonesia Tbk/BNII (+10,4%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+3,31%), PT Bank Mega Tbk/MEGA (+3,06%), PT Pakuwon Jati Tbk/PWON (+3,5%), dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk/ACES (+3,05%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,27%, indeks Straits Times naik 0,25%, dan indeks Kospi naik 0,08%.

Bursa saham Benua Kuning berhasil mengekor jejak Wall Street yang pada perdagangan kemarin (3/7/2019) sukses mencetak rekor. Kemarin, tiga indeks saham utama di Negeri Paman Sam mengakhiri perdagangan di zona hijau: indeks Dow Jones naik 0,67%, indeks S&P 500 menguat 0,77%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,75%. Ketiga indeks saham tersebut kompak membukukan rekor penutupan tertinggi sepanjang masa.

Sebagai informasi, indeks S&P 500 sudah mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang masa dalam dua perdagangan pertama di pekan ini, sehingga capaian pada hari Rabu menjadi yang ketiga secara beruntun.

Sementara itu, perdagangan hari Rabu menandai kali pertama indeks Dow Jones mengukir rekor penutupan tertinggi yang baru pasca terakhir melakukannya di bulan Oktober. Untuk indeks Nasdaq Composite, kali terakhir rekor penutupan tertinggi yang baru dicetak sebelum hari ini adalah pada bulan Mei.

Membuncahnya optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan segera memangkas tingkat suku bunga acuan menjadi faktor utama yang melandasi aksi beli oleh pelaku pasar saham di sana.

Optimisme tersebut datang seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan, di mana angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 versi Automatic Data Processing (ADP) diumumkan sebanyak 102.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 140.000, dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, data tenaga kerja memang merupakan data yang dipantau dengan ketat oleh The Fed guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.

Pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi kian mungkin untuk dilakukan pada bulan ini mengingat tekanan inflasi (indikator lain yang dipantau The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuan) sangatlah rendah.

Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%.

Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, jauh di bawah target The Fed.

"Ada peluang nyaris sebesar 100% bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan Juli. Saya rasa The Fed akan melihat bahwa indikator-indikator ekonomi di AS telah mulai melambat," kata Scott Colyer, Chief Investment Officer di Advisors Asset Management.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 3 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 70,3%. Sementara itu, peluang suku bunga acuan diturunkan hingga 50 bps berada di level 29,7%.
Sayang, kinerja bursa saham regional dibatasi oleh kekhawatiran terkait dengan potensi eskalasi perang dagang AS-China. Seperti yang diketahui, pasca berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang pada akhir pekan kemarin, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.

Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Namun, kini Trump justru ingin kesepakatan dagang AS-China dibuat untuk lebih menguntungkan AS.

"Itu (kesepakatan dagang) haruslah lebih menguntungkan kita ketimbang China karena mereka telah mengambil keuntungan yang sangat besar (dari AS) untuk begitu lama," cetus Trump, dilansir dari CNBC International.

"Sudah jelas Anda tidak bisa membuat kesepakatan 50-50. Itu (kesepakatan dagang) haruslah lebih menguntungkan kami," lanjut presiden AS ke-45 tersebut.

Jika AS tetap bersikap keras seperti ini, dikhawatirkan kubu China akan panas dan membuat negosiasi dagang kembali menjadi mandek. Jika ini yang terjadi, nampaknya eskalasi perang dagang akan sulit untuk dihindarkan. Lebih lanjut, kinerja bursa saham Asia juga dibatasi oleh potensi meletusnya perang dagang AS-Uni Eropa dalam waktu dekat.

Seperti yang diketahui, pada awal pekan ini Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 4 miliar yang bisa dikenakan bea masuk baru. Barang-barang yang disasar AS berkisar mulai dari makanan hingga minuman keras.

Daftar tersebut melengkapi daftar awal dari produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 21 miliar yang juga bisa dikenakan bea masuk baru. Jika ditotal, ada produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 25 miliar yang siap disasar oleh pemerintahan Trump.

Kebijakan tersebut diambil guna ‘menghukum’ Uni Eropa karena telah memberikan subsidi kepada Airbus sehingga membuat pabrikan pesawat asal AS, Boeing, menjadi kurang kompetitif.

Uni Eropa pun tak tinggal diam. Seorang juru bicara untuk Komisi Eropa menyebut bahwa pihaknya telah mengetahui terkait ancaman terbaru dari AS dan kebijakan balasan dapat saja diambil, walau dirinya juga tak menutup pintu negosiasi.

“Uni Eropa tetap terbuka untuk berdiskusi dengan AS, asalkan berlangsung tanpa prasyarat dan ditujukan untuk mencapai hasil yang adil,” kata juru bicara tersebut, dilansir dari CNN.

Kala negara dengan nilai perekonomain terbesar di dunia berperang di bidang perdagangan melawan blok ekonomi dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, hasilnya bisa ditebak. Arus perdagangan global akan terganggu dan menekan aktivitas produksi di seluruh dunia. Pada akhirnya, laju pertumbuhan ekonomi akan melandai.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular