Rupiah Runner-Up Asia, Hanya Kalah dari Mata Uang Negeri KPop

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 July 2019 08:33
Rupiah Runner-Up Asia, Hanya Kalah dari Mata Uang Negeri KPop
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah bergerak beriringan dengan mata uang Asia yang juga menguat. 

Pada Kamis (4/7/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.100 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah juga mampu menguat di hadapan greenback dengan apresiasi 0,14%. Rupiah bergerak galau dan baru mantap di zona hijau beberapa saat jelang lapak ditutup. 


Pagi ini, mata uang utama Asia juga mampu menguat terhadap dolar AS. Sejauh ini hanya baht Thailand dan yuan China yang masih tertinggal di zona merah. 

Dengan apresiasi 0,11%, rupiah berhasil masuk jajaran elit di klasemen mata uang utama Benua Kuning. Rupiah berada di posisi runner-up, hanya kalah won Korea Selatan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:11 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS mengendur seiring tingginya harapan terhadap pemangkasan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam. Data ekonomi terbaru menunjukkan AS butuh stimulus baru, dan itu bisa berupa penurunan Federal Funds Rate. 

ADP memperkirakan penciptaan lapangan kerja di AS selama Juni adalah 102.000. Lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 41.000, tetapi lebih rendah ketimbang ekspektasi pasar yaitu 140.000. 

"Walau proses damai dagang AS-China sudah kembali ke trek yang benar, tetapi perlambatan di sisi penciptaan lapangan kerja sepertinya cukup untuk membuat The Federal Reserves untuk menurunkan suku bunga acuan pada Juli atau September. Namun sepertinya penurunan 50 basis poin agak berlebihan," kata Paul Ashworth, Kepala Ekonom Capital Economics untuk wilayah AS, seperti dikutip dari Reuters. 

Selain data tenaga kerja, data perdagangan AS pun masih memble. Pada Mei, AS membukukan defisit perdagangan US$ 55,5 miliar, lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya yaitu US$ 51,2. Defisit US$ 55,5 miliar adalah yang terparah dalam lima bulan terakhir. 

Tampaknya salah satu penyebab defisit perdagangan Negeri Adidaya adalah nilai tukar dolar AS yang terlalu kuat. Sejak awal tahun, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) masih menguat 0,56%. Bahkan secara year-on-year penguatannya mencapai 2,15%. 

 

Dolar AS yang mahal membuat produk-produk made in the USA kurang kompetitif di pasar global. Ditambah dengan masih belum dicabutnya bea masuk untuk produk AS di beberapa negara, ekspor AS menjadi melempem sehingga neraca perdagangan kian anjlok. 

Oleh karena itu, penurunan suku bunga acuan diharapkan menjadi obat mujarab karena bisa melemahkan nilai tukar mata uang. Dampaknya ekspor AS bisa membaik karena harga barang yang lebih murah. 

Jadi wajar jika pasar begitu berharap Jerome 'Jay' Powell dan kolega menurunkan Federal Funds Rate. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% pada bulan ini mencapai 68,2%. Sementara peluang penurunan 50 basis poin ke 1,75-2% adalah 31,8%. 

Ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan yang semakin kuat membuat dolar AS tidak berdaya, termasuk di Asia. Akibatnya rupiah masih mampu mencatatkan penguatan terhadap mata uang ini.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular