Seharian Tengok Kiri-Kanan, Akhirnya Rupiah Nyebrang Juga

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 July 2019 16:26
Asia Dihimpit Sentimen Positif dan Negatif
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rupiah dkk di Asia berada di tengah-tengah sentimen positif dan negatif sehingga bergerak labil. Sentimen positif datang dari hubungan AS-China yang semakin membaik usai pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Osaka akhir pekan lalu. 

"Kami berjalan di jalur yang benar. Memang rumit dan membutuhkan waktu, tetapi kami ingin menuju ke arah yang benar," kata penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro, dikutip dari Reuters. 

Selain itu, tidak seperti kemarin, data-data ekonomi yang dirilis lumayan melegakan. Australia membukukan surplus perdagangan AU$ 5,75 miliar pada Mei, naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu AU$ 4,82 miliar. Bahkan ekspor Negeri Kanguru mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan mencapai AU$ 41,59 miliar. 

Kemudian di Jepang, angka Purchasing Manager's Index (PMI) jasa versi Nikkei untuk periode Juni adalah 51,9. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,7. 

Walau awan gelap perlambatan ekonomi global masih membayangi, tetapi ada harapan. Setidaknya ekonomi dunia tidak lambat-lambat amat. 

Namun, sentimen negatif yang ikut mempengaruhi gerak rupiah dan mata uang Asia adalah ada kabar Bank Sentral AS (The Federal reserves/The Fed) masih pikir-pikir untuk menurunkan suku bunga acuan. Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester mengungkapkan dirinya butuh masukan lebih banyak untuk mendukung penurunan Federal Funds Rate. 

"Saya memilih untuk mendapatkan lebih banyak informasi sebelum mempertimbangkan perubahan posisi (stance) kebijakan moneter. Belum pasti akan kebijakan ini (penurunan suku bunga) bisa efektif. 

Menurunkan suku bunga justru bisa menimbulkan sentimen negatif karena terjadi perlambatan ekonomi sehingga menjadi kontraproduktif. Saya lebih memilih pendekatan yang oportunistis dibandingkan secara proaktif mendorong inflasi dengan menurunkan suku bunga. Artinya, mempertahankan suku bunga acuan di level saat ini sembari mendorong inflasi dan tidak bereaksi berlebihan," jelas Mester. 

Pernyataan pejabat teras The Fed yang semakin kurang kalem membuat dolar AS kembali mendapat momentum. Greenback pun mampu bangkit dan balik menekan mata uang dunia, termasuk rupiah. 

Kedua, investor juga mencemaskan risiko perang dagang AS-Uni Eropa. Kantor Perwakilan Perdagangan AS (US Trade Representatives/USTR) telah menyelesaikan kajian mengenai produk-produk Uni Eropa yang bisa dikenai bea masuk. Jumlahnya adalah US$ 4 miliar, mencakup zaitun, keju, sampai wiski. 

Bea masuk ini merupakan langkah AS untuk menekan Uni Eropa yang dituding terlalu memanjakan perusahaan produsen pesawat terbang, Airbus, dengan gelontoran subsidi. Washington menilai subsidi membuat Airbus mendapat keuntungan lebih dibandingkan pesaingnya, Boeing. Padahal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan baik Airbus maupun Boeing sama-sama menerima subsidi dari pemerintah masing-masing. 


Dunia baru saja bersuka-cita karena AS-China akhirnya mau kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan perang dagang. Namun AS malah menyulut api perang dagang dengan yang lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular