Damai Dagang AS-China Sudah Basi, Rupiah Terkoreksi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 July 2019 08:31
Sentimen Damai Dagang Sudah Basi?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Kemarin, mayoritas mata uang Asia menguat karena terpaan sentimen positif prospek damai dagang AS-China. Di sela-sela KTT G20 akhir pekan lalu, Presiden AS dan Presiden China Xi Jinping menyepakati 'gencatan senjata'.  

Washington dan Beijing akan kembali ke meja perundingan yang ditinggalkan sejak Mei. Selagi perundingan berlangsung, masing-masing negara berjanji untuk tidak menyentuh tarif bea masuk. 

Namun kabar gembira ini ternyata tidak bisa lama-lama mendorong risk appetite pasar. Praktis sentimen ini hanya laku satu hari, dan saat ini pelaku pasar sudah kembali ke bumi.

Apalagi kemudian investor menyadari bahwa proses menuju damai dagang yang sebenarnya masih panjang. Sebelumnya, kesepakatan yang disebut-sebut sudah mencapai 90% pun bisa gagal di tengah jalan.

"Walau Washington sepakat untuk menunda kenaikan tarif bea masuk untuk produk China sepanjang negosiasi, dan bahkan Trump menyebutkan akan memutuskan sesuatu tentang Huawei, masih banyak hal yang belum bisa dipegang. Terbukti kesepakatan yang sudah 90% saja tidak cukup, dan dengan sisa 10% ternyata berisi hal-hal fundamental, tidak akan mudah mencapai kesepakatan 100%," tulis tajuk di China Daily, seperti diberitakan Reuters. 

Pasar yang sempat terbang ke awan kini kembali kembali menginjak bumi. Kehati-hatian kembali terpasang, minat terhadap instrumen berisiko berkurang.  


Selain itu, ada sedikit sentimen negatif yang mendera pasar keuangan Indonesia. Kemarin, Bank Dunia dalam proyeksi terbarunya menurunkan angka ramalan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2% menjadi 5,1%. 

Perlambatan ekonomi domestik sudah begitu terasa dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang perdagangan internasional. Pada Mei, ekspor terkontraksi alias minus 8,99% year-on-year (YoY) sementara impor negatif 17,71%. Impor yang turun begitu dalam menunjukkan dunia usaha agak menahan diri untuk melakukan ekspansi. 

Tahun lalu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sampai enam kali dan pemerintah mengerem belanja infrastruktur untuk menekan defisit transaksi berjalan (current account). Dampaknya mulai terlihat, ekonomi mendingin dan laju pertumbuhan melambat. 

Pelambatan ekonomi bukan kabar baik bagi investor. Faktor ini bisa membuat investor sedikit menjauh, karena khawatir cuan bakal tergerus. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular