
Trump Membawa Kedamaian, Rupiah Perkasa di Kurs Acuan
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 July 2019 10:34

Mata uang utama Asia menguat seiring ketertarikan investor terhadap aset-aset berisiko. Penyebabnya adalah Presiden AS Donald Trump yang membawa dua 'perdamaian'.
'Perdamaian' pertama adalah dengan Presiden China Xi Jinping. Akhir pekan lalu, kedua pemimpin menegaskan siap kembali ke meja perundingan yang ditinggalkan sejak Mei. Selain itu, Trump-Xi juga menyepakati 'gencatan senjata', yaitu tidak akan menaikkan tarif bea masuk sepanjang negosiasi berlangsung.
"Kami sudah kembali ke trek. Kami akan menahan (kenaikan tarif) bea masuk dan China akan membeli lebih banyak produk pertanian AS," tegas Trump usai pertemuan dengan Xi, seperti dikabarkan Reuters.
"China tulus melanjutkan negosiasi dengan AS. Namun negosiasi harus setara dan saling menghormati," kata Xi, dikutip dari keterangan tertulis Kementeria Luar Negeri China.
Harapan damai dagang yang sempat meredup sejak Mei kini bergelora kembali. Semoga AS-China kali ini benar-benar mampu menyepakati perjanjian damai dagang sehingga rantai pasok global tidak lagi terganggu. Dunia boleh berharap untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
'Perdamaian' kedua adalah AS-Korea Utara. Hubungan kedua negara sempat mendingin selepas perundingan di Vietnam yang berakhir buntu. Usal KTT G20, Trump menyempatkan diri mampir ke Zona Demiliterisasi (DMZ) perbatasan Korea Utara-Korea Selatan untuk bertemu dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Di DMZ, Trump meminta izin kepada Kim untuk masuk ke wilayah Korea Utara. Permintaan ini dipenuhi oleh Kim. Walau hanya beberapa langkah, tetapi Trump menjadi presiden AS aktif pertama yang menginjakkan kaki di wilayah Korea Utara.
Jadi tidak hanya damai dagang, harapan damai di Semenanjung Korea pun menyala kembali. Kini, dua risiko besar yang menghantui perekonomian global perlahan bisa mulai dicoret dari daftar.
Perkembangan ini tentu membuat investor bergairah. Tidak ada istilah main aman, aset-aset berisiko kembali jadi buruan.
Namun, apresiasi rupiah menipis karena penantian investor terhadap rilis data inflasi domestik oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Juni sebesar 0,46% month-on-month (MoM) dan 3,185% year-on-year (YoY). Sementara inflasi inti secara tahunan diperkirakan 3,13%.
Jika realisasi data inflasi sesuai perkiraan, maka terjadi perlambatan dibandingkan Mei. Kala itu, inflasi tercatat 0,68% MoM, 3,32% YoY, dan inflasi inti sebesar 3,12% YoY.
Perlambatan inflasi adalah hal yang wajar, karena Mei sebagian besar diwarnai oleh Ramadan. Bulan suci umat Islam ini merupakan puncak konsumsi rumah tangga di Tanah Air, sehingga mendorong inflasi dari sisi permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
'Perdamaian' pertama adalah dengan Presiden China Xi Jinping. Akhir pekan lalu, kedua pemimpin menegaskan siap kembali ke meja perundingan yang ditinggalkan sejak Mei. Selain itu, Trump-Xi juga menyepakati 'gencatan senjata', yaitu tidak akan menaikkan tarif bea masuk sepanjang negosiasi berlangsung.
"Kami sudah kembali ke trek. Kami akan menahan (kenaikan tarif) bea masuk dan China akan membeli lebih banyak produk pertanian AS," tegas Trump usai pertemuan dengan Xi, seperti dikabarkan Reuters.
Harapan damai dagang yang sempat meredup sejak Mei kini bergelora kembali. Semoga AS-China kali ini benar-benar mampu menyepakati perjanjian damai dagang sehingga rantai pasok global tidak lagi terganggu. Dunia boleh berharap untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
'Perdamaian' kedua adalah AS-Korea Utara. Hubungan kedua negara sempat mendingin selepas perundingan di Vietnam yang berakhir buntu. Usal KTT G20, Trump menyempatkan diri mampir ke Zona Demiliterisasi (DMZ) perbatasan Korea Utara-Korea Selatan untuk bertemu dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Di DMZ, Trump meminta izin kepada Kim untuk masuk ke wilayah Korea Utara. Permintaan ini dipenuhi oleh Kim. Walau hanya beberapa langkah, tetapi Trump menjadi presiden AS aktif pertama yang menginjakkan kaki di wilayah Korea Utara.
Jadi tidak hanya damai dagang, harapan damai di Semenanjung Korea pun menyala kembali. Kini, dua risiko besar yang menghantui perekonomian global perlahan bisa mulai dicoret dari daftar.
Perkembangan ini tentu membuat investor bergairah. Tidak ada istilah main aman, aset-aset berisiko kembali jadi buruan.
Namun, apresiasi rupiah menipis karena penantian investor terhadap rilis data inflasi domestik oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Juni sebesar 0,46% month-on-month (MoM) dan 3,185% year-on-year (YoY). Sementara inflasi inti secara tahunan diperkirakan 3,13%.
Jika realisasi data inflasi sesuai perkiraan, maka terjadi perlambatan dibandingkan Mei. Kala itu, inflasi tercatat 0,68% MoM, 3,32% YoY, dan inflasi inti sebesar 3,12% YoY.
Perlambatan inflasi adalah hal yang wajar, karena Mei sebagian besar diwarnai oleh Ramadan. Bulan suci umat Islam ini merupakan puncak konsumsi rumah tangga di Tanah Air, sehingga mendorong inflasi dari sisi permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular