Jokowi Presiden Lagi, Kok Penguatan Rupiah Tidak Tinggi?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 June 2019 08:39
Jokowi Presiden Lagi, Kok Penguatan Rupiah Tidak Tinggi?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun menguat meski dalam rentang terbatas. 

Pada Jumat (28/6/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.130 kala pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,25% di hadapan dolar AS. Penguatan rupiah jadi yang terbaik di Asia. 


Pagi ini, rupiah dan mayoritas mata uang utama Asia masih terapresiasi di hadapan greenback. Cuma peso Filipina yang masih berada di zona merah. 

Namun seperti halnya rupiah, penguatan mata uang Benua Kuning pun tipis-tipis saja. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:16 WIB: 



Pelaku pasar belum terlalu berani masuk ke instrumen berisiko di negara-negara Asia seiring penantian pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20, esok hari. Sejauh ini belum ada tanda-tanda yang tidak enak, tetapi tetap membuat deg-degan. 

Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyebutkan Trump berangkat ke Osaka dengan optimisme. Bahkan sampai-sampai tidak membutuhkan pertemuan pendahuluan. 

"Tidak ada pra-kondisi, Presiden langsung berangkat menuju pertemuan itu. Kami cukup yakin bahwa pertemuan akan berjalan dengan baik dan China kembali ke meja perundingan yang mereka tinggalkan sejak Mei," tutur Kudlow, mengutip Reuters. 

Bahkan South China Morning Post mengabarkan bahwa AS-China sudah sepakat untuk 'gencatan senjata'. Artinya, kedua negara akan memulai kembali proses perundingan menuju damai dagang dan selagi dialog berlangsung tidak ada kenaikan atau tambahan bea masuk. 


Seperti yang sudah diketahui, AS menyiapkan bea masuk baru bagi impor produk made in China senilai US$ 300 miliar. Jika 'gencatan senjata' disepakati, maka kebijakan ini tidak akan berlaku. 

Meski hawanya masih positif, tetapi pelaku pasar tetap memasang mode siaga. Belum ada perilaku yang agresif, semua masih bermain aman. Akibatnya, penguatan rupiah dkk di Asia masih sangat terbatas. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara dari dalam negeri, faktor yang bisa menjaga rupiah tetap di zona hijau adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh permohonan kubu pasangan capres- cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Artinya, boleh dibilang pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin sudah secara de facto menjadi pemimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan. 


Jokowi adalah presiden periode 2014-2019, dan putusan MK memperkuat posisinya untuk kembali menjadi RI-1. Jadi pelaku pasar kini bisa tenang, karena tidak ada perubahan arah kebijakan pemerintah yang drastis. 

Justru Jokowi jadi punya lebih banyak waktu untuk membenahi masalah yang belum tuntas di periode pertamanya. Misalnya dalam hal peningkatan ekspor, investasi, reindustrialisasi, pembangunan sumber daya manusia, sarana-prasarana, dan sebagainya. 

Kepastian soal pemimpin Indonesia untuk 2019-2024 bisa membuat satu risiko bisa dicoret dari daftar. Ini tentu menjadi insentif bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia, yang bisa memperkuat nilai tukar rupiah.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular