
The Fed Hingga Panasnya AS-Iran Bawa Bursa Saham Asia Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 June 2019 17:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri perdagangan hari ini di zona merah: indeks Nikkei turun 0,51%, indeks Shanghai melemah 0,19%, dan indeks Straits Times turun 0,09%.
Sejatinya, ada kabar positif bagi bursa saham Benua Kuning, yakni AS bersedia untuk menunda kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang saat ini belum terdampak oleh perang dagang. Langkah ini diambil oleh AS sebagai etikat baik menyambut dimulainya lagi negosiasi antar kedua negara.
Sebagai informasi, pada akhir pekan ini Presiden AS Donald Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang. Menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut, keputusan untuk menunda kenaikan bea masuk kemungkinan akan diumumkan pasca pertemuan antara Trump dengan Xi, dilansir dari Bloomberg.
Sayang, para pejabat The Federal Reserve membawa kabar buruk yang pada akhirnya sukses memantik aksi jual di bursa saham regional. Para pejabat bank sentral AS tersebut memupuskan harapan pelaku pasar bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan dalam pertemuannya bulan depan.
Presiden The Fed St. Louis James Bullard memupuskan harapan penurunan suku bunga acuan hingga 50 bps.
"Duduk di sini hari ini, saya rasa 50 basis poin akan berlebihan," ujarnya kepada Bloomberg TV, dikutip dari Reuters.
"Saya tidak merasa situasi saat ini benar-benar memerlukan hal tersebut namun saya bersedia menurunkan 25 bps... Saya tidak suka mendahului pertemuan (The Fed) karena banyak hal bisa berubah hingga saat itu tiba. Namun, jika saya harus memutuskan hari ini, itulah yang akan saya lakukan," lanjutnya.
Sementara itu, Gubernur The Fed Jerome Powell kembali menegaskan terkait independensi bank sentral dari tekanan politik. Seperti yang diketahui, Trump sudah berulang kali meminta The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan.
"The Fed bebas dari tekanan-tekanan politik jangka pendek," kata Powell, dilansir dari Reuters.
Padahal, pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi harapan pelaku pasar guna menjaga supaya perekonomian AS tak mengalami perlambatan yang signifikan. Bank Dunia memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Sebagai informasi, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9% pada tahun 2018, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Selain itu, rilis data ekonomi yang mengecewakan ikut menekan kinerja bursa saham regional. Pada hari ini, produksi industri Singapura periode Mei 2019 diumumkan jatuh sebesar 2,4% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang memproyeksikan kontraksi sebesar 2,2% saja, dilansir dari Trading Economics. Pada periode April 2019, ada pertumbuhan tipis sebesar 0,1%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Alert! Bursa Saham Eropa 'Kebakaran'...
Sejatinya, ada kabar positif bagi bursa saham Benua Kuning, yakni AS bersedia untuk menunda kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang saat ini belum terdampak oleh perang dagang. Langkah ini diambil oleh AS sebagai etikat baik menyambut dimulainya lagi negosiasi antar kedua negara.
Sebagai informasi, pada akhir pekan ini Presiden AS Donald Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang. Menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut, keputusan untuk menunda kenaikan bea masuk kemungkinan akan diumumkan pasca pertemuan antara Trump dengan Xi, dilansir dari Bloomberg.
Presiden The Fed St. Louis James Bullard memupuskan harapan penurunan suku bunga acuan hingga 50 bps.
"Duduk di sini hari ini, saya rasa 50 basis poin akan berlebihan," ujarnya kepada Bloomberg TV, dikutip dari Reuters.
"Saya tidak merasa situasi saat ini benar-benar memerlukan hal tersebut namun saya bersedia menurunkan 25 bps... Saya tidak suka mendahului pertemuan (The Fed) karena banyak hal bisa berubah hingga saat itu tiba. Namun, jika saya harus memutuskan hari ini, itulah yang akan saya lakukan," lanjutnya.
Sementara itu, Gubernur The Fed Jerome Powell kembali menegaskan terkait independensi bank sentral dari tekanan politik. Seperti yang diketahui, Trump sudah berulang kali meminta The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan.
"The Fed bebas dari tekanan-tekanan politik jangka pendek," kata Powell, dilansir dari Reuters.
Padahal, pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi harapan pelaku pasar guna menjaga supaya perekonomian AS tak mengalami perlambatan yang signifikan. Bank Dunia memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Sebagai informasi, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9% pada tahun 2018, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Selain itu, rilis data ekonomi yang mengecewakan ikut menekan kinerja bursa saham regional. Pada hari ini, produksi industri Singapura periode Mei 2019 diumumkan jatuh sebesar 2,4% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang memproyeksikan kontraksi sebesar 2,2% saja, dilansir dari Trading Economics. Pada periode April 2019, ada pertumbuhan tipis sebesar 0,1%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Alert! Bursa Saham Eropa 'Kebakaran'...
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular