Rupiah Perkasa, IHSG Nyaman di Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 June 2019 12:42
Rupiah Perkasa, IHSG Nyaman di Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali hari dengan apresiasi sebesar 0,38% ke level 6.312,1, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak pernah sekalipun mencicipi pahitnya zona merah. Per akhir sesi satu, IHSG menguat 0,39% ke level 6.313,19. Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menjadi apresiasi pertama yang dibukukan IHSG dalam empat hari.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Bayan Resources Tbk/BYAN (+7%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,01%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,01%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,43%), dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+2,91%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,63%, indeks Shanghai turun 1,82%, indeks Hang Seng turun 1,31%, indeks Straits Times turun 0,14%, dan indeks Kospi turun 0,4%.

Semakin panasnya tensi antara AS dengan Iran membuat pelaku pasar melego saham-saham di Benua Kuning. Pada hari Senin (24/6/2019), Presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi baru kepada Iran.

Namun, sanksi kali ini berbeda dari yang sebelum-sebelumnya dikenakan oleh AS lantaran menyasar langsung Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan beberapa pejabat tinggi lainnya, sebuah langkah yang belum pernah diambil sebelumnya.

Trump menandatangani perintah eksekutif yang disebut Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin akan membekukan aset-aset Iran senilai miliaran dolar, dilansir dari Reuters.

Sebagai informasi, hubungan kedua negara mulai memanas dalam beberapa hari terakhir setelah Teheran menembak jatuh drone pengintai milik militer AS, Kamis pekan lalu. Trump mengatakan Khamenei bertanggung jawab atas apa yang ia sebut sebagai tindakan brutal rezim tersebut di Timur Tengah.

"Sanksi itu akan menutup akses Pemimpin Tertinggi (Iran) dan kantornya, serta mereka yang terafiliasi dengannya dan kantornya terhadap sumber-sumber dan dukungan keuangan yang penting," kata Trump.

Di sisi lain, Duta Besar Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Majid Takht Ravanchi mengatakan Iran tidak akan menerima tawaran berunding AS bila berada di bawah ancaman sanksi. Menurutnya, keputusan AS untuk kembali menjatuhkan sanksi adalah indikasi lainnya bahwa Negeri Paman Sam tidak menghormati hukum dan aturan internasional.

Dengan semakin panasnya tensi antara kedua negara, tentu eskalasi menjadi perang menjadi sebuah hal yang tak bisa dikesampingkan, suatu berita yang sangat buruk bagi pasar saham dunia.
Lebih lanjut, pelaku pasar nampak grogi dalam menantikan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang.

Sejatinya, menjelang pertemuan tersebut ada komentar positif yang terlontar dari kedua belah pihak. Kemarin, Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen kembali menegaskan bahwa kedua pihak siap berkompromi untuk mencapai kesepakatan. Dialog akan berlangsung dengan prinsip saling menghormati demi kepentingan bersama.

"Saling menghormati artinya semua pihak akan menjunjung tinggi kedaulatan masing-masing negara. Kedua pihak akan berkompromi untuk mencapai kesepakatan demi kepentingan bersama, tidak hanya satu pihak," kata Wang, mengutip Reuters.

Kemudian, seorang pejabat senior pemerintahan AS pada dini hari tadi mengatakan bahwa pertemuan dua pimpinan negara akan berlangsung pada hari kedua KTT G20 atau Sabtu (29/6/2019), mengutip Reuters.

Pejabat tersebut mengatakan bahwa Trump tetap akan senang apapun keputusan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tekanan dari pihak AS untuk segera meneken kesepakatan.

Namun, walaupun tak terburu-buru untuk segera meneken kesepakatan, bukan berarti potensi eskalasi perang dagang menjadi hilang. Sebelumnya, pemerintahan Trump diketahui telah melakukan kajian terkait dampak dari pengenaan pengenaan bea masuk sebesar 25% atas importasi produk China senilai US$ 325 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang.

Jika pertemuan di Jepang nanti tak berjalan mulus, rencana kenaikan bea masuk tersebut sangat mungkin dieksekusi, mengingat AS sebelumnya sudah memberikan peringatan terkait hal tersebut. Sentimen positif dari dalam negeri berhasil mengerek kinerja IHSG. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor periode Mei 2019 jatuh sebesar 8,99% secara tahunan, sementara impor jatuh 17,71%.

Alhasil, neraca dagang membukukan surplus senilai US$ 210 juta, sangat bertolak belakang dibandingkan konsnesus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memproyeksikan defisit senilai US$ 1,29 miliar.

Dengan adanya surplus yang mengejutkan di bulan Mei, defisit neraca dagang Indonesia secara kumulatif pada periode Januari-Mei 2019 menyusut menjadi US$ 2,14 miliar, cukup jauh di bawah defisit pada periode Januari-Mei 2018 yang senilai US$ 2,86 miliar.

Lantas, ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) untuk keseluruhan tahun 2019 akan bisa ditekan menjadi lebih rendah ketimbang capaian tahun 2018. Pada tahun lalu, CAD tercatat sebesar 2,98% dari PDB.

Merespons hal tersebut, rupiah pun perkasa. Hingga siang hari, rupiah membukukan penguatan sebesar 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.100/dolar AS. Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka rupiah akan resmi membukukan apresiasi selama enam hari beruntun.

Penguatan rupiah pada akhirnya memberikan optimisme bagi pelaku pasar saham tanah air untuk melakukan aksi beli.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular