
Kredit Tumbuh Rendah, Haruskan Konsolidasi Bank Dipercepat?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
24 June 2019 18:14

Aktifnya bank-bank besar dan menengah menggarap sektor infrastruktur membuat kelompok bank ini rakus menyerap dana masyarakat. Bahkan ada indikasi nasabah-nasabah berdana besar di bank kecil diakuisisi oleh bank besar dan menengah.
Kenyataan ini membuat bank kecil harus pintar-pintar menata likuiditas. Mereka akan sangat selektif salurkan kredit karena bila terlalu jor-joran takutnya likuiditas malah jadi masalah.
Tahun lalu, pertumbuhan kredit bank buku I sebesar 9,07% year-on-year (YoY), sedangkan bank buku II malah tumbuh negatif 1,18% YoY. Perolehan ini berbeda jauh dengan bank besar yang kreditnya tumbuh dua digit di tahun 2018. Berikut adalah laju pertumbuhan kredit bank BUKU I & II.
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia April 2019, diolah
Bank-bank kecil menahan penyaluran kredit karena arus uang masuk dari DPK lari ke bank besar. Pasalnya, bank BUKU III & IV memiliki layanan yang lebih lengkap, sehingga masyarakat lebih tertarik menaruh uang mereka di bank besar.
Kekuatan bank-bank kecil untuk menyedot DPK hanyalah dengan menawarkan bunga deposito yang tinggi yang membuat cost of fund mereka lebih besar. Terlebih lagi, bank buku kecil belum bisa mengembangkan layanan internet banking, di mana ini membuat mereka menjadi tak dilirik milenial untuk bertransaksi.
Dari sekitar ribuan triliun rupiah DPK yang diserap bank umum bulan April, bank BUKU I & II hanya mampu menikmati sekitar Rp 647 triliun atau sekitar 12%. Dengan pasokan dana yang minim, tentunya membuat bank-bank kecil menarik diri untuk menawarkan kredit ke masyarakat.
Dalam kondisi yang ada saat ini tentu peran perbankan untuk menyalurkan kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi cukup terbatas. Berdasarkan prediksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2020 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 5,3-5,6% dibutuhkan investasi Rp 5.000 triliun sementara perbankan hanya bisa menyediakan dana Rp 500 triliun.
Bank-bank yang bisa menyediakan pembiayaan juga terbatas. Hanya Bank BUKU IV dan beberapa Bank BUKU III yang punya likuiditas memadai. Kelompok bank lainnya tidak bisa menjalankan peran dengan baik karena likuiditas tak mencukupi.
Untuk menyelesaikan masalah konsolidasi antar bank dengan merger dan akuisisi memang menjadi jalan keluar. Penggabungan akan membuat bank memiliki modal yang lebih besar dan likuiditas yang bertambah. Modal besar akan membuat bank naik kelas dan bisa mengembangkan berbagai layanan untuk memikat pemilik dana.
Wacana konsolidasi juga bukan perkara baru. Wacana ini sudah digaungkan sejak lama. Jumlah perbankan yang terlalu banyak tetapi peran yang kurang signifikan, menjadi alasannya.
Namun tampaknya konsolidasi ini tidak bisa dibiarkan terjadi secara natural. Harus didorong agar lebih cepat lagi terjadi konsolidasi demi menyokong dan meningkatkan peran perbankan dalam menyokong pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan regulator bank, dulu BI dan sekarang OJK, untuk mendorong konsolidasi secara natural nyatanya tak berjalan sesuai harapan. Jumlah bank dalam tiga tahun terakhir hanya berkurang dari 121 bank menjadi 115.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/roy)
Kenyataan ini membuat bank kecil harus pintar-pintar menata likuiditas. Mereka akan sangat selektif salurkan kredit karena bila terlalu jor-joran takutnya likuiditas malah jadi masalah.
Tahun lalu, pertumbuhan kredit bank buku I sebesar 9,07% year-on-year (YoY), sedangkan bank buku II malah tumbuh negatif 1,18% YoY. Perolehan ini berbeda jauh dengan bank besar yang kreditnya tumbuh dua digit di tahun 2018. Berikut adalah laju pertumbuhan kredit bank BUKU I & II.
Tahun | BUKU I | BUKU II |
2014 | -22.29% | 6.15% |
2015 | 28.68% | -5.79% |
2016 | -22.29% | 6.15% |
2017 | -35.75% | -6.65% |
2018 | 9.07% | -1.18% |
Bank-bank kecil menahan penyaluran kredit karena arus uang masuk dari DPK lari ke bank besar. Pasalnya, bank BUKU III & IV memiliki layanan yang lebih lengkap, sehingga masyarakat lebih tertarik menaruh uang mereka di bank besar.
Kekuatan bank-bank kecil untuk menyedot DPK hanyalah dengan menawarkan bunga deposito yang tinggi yang membuat cost of fund mereka lebih besar. Terlebih lagi, bank buku kecil belum bisa mengembangkan layanan internet banking, di mana ini membuat mereka menjadi tak dilirik milenial untuk bertransaksi.
Dari sekitar ribuan triliun rupiah DPK yang diserap bank umum bulan April, bank BUKU I & II hanya mampu menikmati sekitar Rp 647 triliun atau sekitar 12%. Dengan pasokan dana yang minim, tentunya membuat bank-bank kecil menarik diri untuk menawarkan kredit ke masyarakat.
Dalam kondisi yang ada saat ini tentu peran perbankan untuk menyalurkan kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi cukup terbatas. Berdasarkan prediksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2020 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 5,3-5,6% dibutuhkan investasi Rp 5.000 triliun sementara perbankan hanya bisa menyediakan dana Rp 500 triliun.
Bank-bank yang bisa menyediakan pembiayaan juga terbatas. Hanya Bank BUKU IV dan beberapa Bank BUKU III yang punya likuiditas memadai. Kelompok bank lainnya tidak bisa menjalankan peran dengan baik karena likuiditas tak mencukupi.
Untuk menyelesaikan masalah konsolidasi antar bank dengan merger dan akuisisi memang menjadi jalan keluar. Penggabungan akan membuat bank memiliki modal yang lebih besar dan likuiditas yang bertambah. Modal besar akan membuat bank naik kelas dan bisa mengembangkan berbagai layanan untuk memikat pemilik dana.
Wacana konsolidasi juga bukan perkara baru. Wacana ini sudah digaungkan sejak lama. Jumlah perbankan yang terlalu banyak tetapi peran yang kurang signifikan, menjadi alasannya.
Namun tampaknya konsolidasi ini tidak bisa dibiarkan terjadi secara natural. Harus didorong agar lebih cepat lagi terjadi konsolidasi demi menyokong dan meningkatkan peran perbankan dalam menyokong pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan regulator bank, dulu BI dan sekarang OJK, untuk mendorong konsolidasi secara natural nyatanya tak berjalan sesuai harapan. Jumlah bank dalam tiga tahun terakhir hanya berkurang dari 121 bank menjadi 115.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/roy)
Pages
Most Popular