Masih Kuat Nanjak, Rupiah Jadi Juara Asia Pagi Ini!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 June 2019 08:38
Masih Kuat <i>Nanjak</i>, Rupiah Jadi Juara Asia Pagi Ini!
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih mampu menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Jika penguatan ini bertahan hingga penutupan pasar, maka rupiah membukukan apresiasi selama lima hari beruntun. 

Pada Senin (24/6/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.130 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.  

Sebelumnya, rupiah sudah menguat selama empat hari berturut-turut dengan apresiasi mencapai 1,43%. Apabila tidak ada aral melintang, maka rupiah bisa menguat selama 5 hari beruntun, kali pertama sejak 15-21 Maret. 

 


Pagi ini, mata uang utama Asia bergerak variatif di hadapan dolar AS. Selain rupiah, ada ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan baht Thailand yang nangkring di zona hijau. 

Namun dengan penguatan 0,14%, rupiah berhasil mengukuhkan diri sebagai mata uang terbaik di Asia. Untuk urusan menguat di hadapan dolar AS, rupiah menjadi yang nomor satu. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:11 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah dan sebagian mata uang Asia berhasil memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS. Pada pukul 08:13 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,09%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah anjlok 1,39% dan selama sebulan ke belakang koreksinya mencapai 1,88%. 

 


Dolar AS belum berhenti diterpa cobaan. Wajar, sebab ekspektasi pasar terhadap prospek penurunan suku bunga acuan di AS begitu besar. 

Mengutip CME Fedwatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke 2-2,25% mencapai 67,7%. Sementara probabilitas penurunan 50 bps menjadi 1,75-2% adalah 32,3%. Tidak ada ruang bagi suku bunga acuan tetap di 2,25-2,5%. 

Negeri Paman Sam memang membutuhkan dukungan kebijakan moneter karena risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi begitu nyata. The Federal Reserves/The Fed memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized) pada kuartal II-2019. Melambat signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 3,2%. 

Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Jepang (BoJ) pun kemungkinan tetap mempertahankan kebijakan moneter longgar. Meski pekan lalu memutuskan suku bunga acuan tetap di -0,1%, tetapi Gubernur Haruhiko Kuroda dan kolega memandang prospek ekonomi Negeri Matahari Terbit penuh risiko. 

"Risiko terhadap perekonomian mencakup kebijakan makroekonomi AS, dampak dari kebijakan proteksionistik, dinamika perekonomian di negara berkembang seperti China, Brexit, serta kondisi geopolitik," sebut notula rapat BoJ yang dirilis pagi ini. 

Oleh karena itu, semakin jelas terlihat bahwa arah suku bunga global akan mengarah ke bawah. Likuiditas akan melimpah, arus modal akan mencari tempat bernaung yang menyediakan keuntungan dan keamanan. 


Indonesia bisa menyediakan dua hal itu. Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,503%. Lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di Malaysia (3,665%), Thailand (2,21%), Filipina (5,161%), sampai India (6,861%). 

Selain keuntungan, berinvestasi di Indonesia juga aman karena baru-baru ini lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Ini menjadi kali pertama Indonesia merasakan rating BBB sejak 1995. 

Prospek keuntungan dan keamanan membuat aliran modal asing deras mengalir ke pasar keuangan Indonesia. Akibatnya, rupiah masih bisa terus menguat, bahkan saat ini menjadi yang terkuat di Asia.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular