Pak Jokowi, Penerimaan Negara 'Macet' Tandanya Apa Ya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2019 16:49
Pak Jokowi, Penerimaan Negara 'Macet' Tandanya Apa Ya?
Ilustrasi Pembangunan Infrastruktur (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 terlihat lesu. Ini merupakan ujung dari dinamika perekonomian domestik yang melambat. 

Per akhir Mei, penerimaan negara tercatat Rp 728,5 triliun atau tumbuh 6,2% year-on-year (YoY). Jauh melambat dibandingkan Mei 2018, di mana penerimaan negara mampu tumbuh 15,5% YoY. 

Seluruh komponen penerimaan negara mengalami perlambatan pertumbuhan. Penerimaan perpajakan tahun ini tumbuh 5,7%, tahun lalu naik 14,5%. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Mei 2019 tumbuh 8,6%, sedangkan tahun lalu tumbuh 18,1%. Lalu penerimaan hibah turun 51,1%, tahun lalu melesat 580,5%. 


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa perlambatan penerimaan pajak adalah dampak dari perlambatan ekonomi, khususnya di kalangan dunia usaha. Sebab, seluruh sektor industri terlihat mengalami penurunan kontribusi pajak. 

"Kalau kita lihat by industry, ini meng-confirm kehati-hatian kita semua karena semua sektor mengalami pelemahan pertumbuhan perpajakannya," kata Sri Mulyani. 

Well, Sri Mulyani benar. Harus diakui bahwa dunia usaha memang mengalami kelesuan, karena situasi eksternal dan domestik yang kurang mendukung. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada kuartal I-2018 sebesar 102,1. Angka di atas 100 memang menunjukkan dunia usaha masih optimistis. Namun optimisme mereka turun dari kuartal sebelumnya, di mana ITB menujukkan angka 104,71. 

Selain itu, angka ITB pada kuartal I-2019 merupakan yang terendah sejak kuartal I-2019. Artinya optimisme pelaku usaha berada di titik terendah dalam tiga tahun. 

 

Jangan lupa laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Penanaman Modal Asing (PMA) pada kuartal I-2019 anjlok 11,11% YoY. Nilai PMA menyentuh titik terendah sejak kuartal I-2015. 

 

Dari sisi eksternal, perlambatan ekonomi global menyulitkan dunia usaha. Bank Dunia memperkirakan ekonomi global tahun ini tumbuh 2,6%, melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 2,9%. 

Perlambatan ekonomi menunjukkan bahwa permintaan berkurang sehingga ekspor Indonesia masih mengalami tekanan. Ini membuat dunia usaha menahan diri, enggan melakukan ekspansi. 

Ditambah lagi ada isu perang dagang AS-China yang tidak kunjung terselesaikan. Ketika dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi saling hambat, maka rantai pasok global akan ikut tersendat. Ekspor dan investasi global tidak bisa lagi berlari kencang. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sementara dari sisi domestik, pesta demokrasi Pemilu 2019 juga membuat dunia usaha wait and see. Bagi pengusaha, faktor yang pertama dan paling utama adalah kepastian.  

Jika belum ada kepastian siapa yang akan menjadi pemimpin Indonesia dalam lima tahun ke depan, maka dunia usaha memilih bermain aman. Sebab kalau sampai ada perubahan drastis dalam pemerintahan 2019-2024, dikhawatirkan arah kebijakan ikut berubah. 

Perlambatan ini sudah mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi nasional, yang 'cuma' 5,07% pada kuartal I-2019. Ini merupakan angka terlemah sejak kuartal I-2018. 

 

Kini, perlambatan ekonomi sudah melebar ke mana-mana termasuk anggaran negara. Laba perusahaan yang melambat akibat perlambatan ekonomi membuat setoran pajak ikut berkurang. 

Ini harus menjadi perhatian bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kemungkinan Jokowi akan kembali menduduki kursi RI-1, jika proses di Mahkamah Konstitusi (MK) selesai dan memperkuat hasil perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Jokowi beberapa kali mengatakan bakal menempuh kebijakan gila, karena dirinya sudah tidak bisa lagi maju di Pilpres 2024 sehingga tanpa beban. Apakah Jokowi akan menempuh kebijakan yang mengejutkan demi mendorong pertumbuhan ekonomi? Mari kita tunggu. 


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/wed) Next Article Jokowi Mau Ekonomi RI Tumbuh 5,6% di 2020, Caranya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular