
Ada Awan Gelap Membayangi, Rupiah Cuma Bisa Naik Tipis
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 June 2019 13:25

Sayang, kehadiran awan gelap bernama defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) membuat rupiah tak bisa menguat banyak-banyak walau sudah terkoreksi dalam 3 hari perdagangan terakhir.
Saat ini, pelaku pasar sedang khawatir dalam menantikan rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2019 yang dijadwalkan pada hari Senin pekan depan (24/6/2019).
Wajar jika rilis data ini membuat pelaku pasar khawatir. Pasalnya, neraca dagang barang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019. Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.
Kalau neraca dagang barang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) saja sudah membukukan defisit yang begitu dalam, tentu defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan sulit diredam.
Sebagai informasi, CAD periode kuartal-I 2019 tercatat senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Jika defisit neraca dagang tak juga bisa diredam, CAD untuk keseluruhan tahun 2019 bisa jadi lebih dalam dibandingkan CAD untuk keseluruhan tahun 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.
Ketika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Saat ini, pelaku pasar sedang khawatir dalam menantikan rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2019 yang dijadwalkan pada hari Senin pekan depan (24/6/2019).
Wajar jika rilis data ini membuat pelaku pasar khawatir. Pasalnya, neraca dagang barang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019. Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.
Sebagai informasi, CAD periode kuartal-I 2019 tercatat senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Jika defisit neraca dagang tak juga bisa diredam, CAD untuk keseluruhan tahun 2019 bisa jadi lebih dalam dibandingkan CAD untuk keseluruhan tahun 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.
Ketika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular