
Naik Nyaris 1%, IHSG Siap Patahkan Koreksi 4 Hari Beruntun?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 June 2019 13:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencoba bangkit pascajatuh selama empat hari beruntun. Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG menguat 0,07% ke level 6.195,13. Per akhir sesi 1, IHSG telah memperlebar penguatannya menjadi 0,79% ke level 6.239,53.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+2,05%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,52%), PT Bank Mega Tbk/MEGA (+8,23%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,02%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,78%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,08%, indeks Hang Seng naik 0,73%, indeks Straits Times naik 0,81%, dan indeks Kospi naik 0,36%.
Sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari pertemuan The Federal Reserve selaku bank sentral AS yang akan digelar pada hari Selasa (18/6/2019) dan Rabu (19/6/2019) waktu setempat.
Memang, The Fed diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan kali ini. Namun, diharapkan bahwa The Fed akan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan pemangkasan tingkat suku bunga acuan selepas menggelar pertemuan selama dua hari tersebut.
Beberapa waktu yang lalu, Jerome Powell (Gubernur The Fed) telah secara gamblang memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".
"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," kata Powell, dilansir dari Reuters.
Selain itu, rilis data ekonomi AS belakangan ini semakin meyakinkan pelaku pasar bahwa sedang terjadi perlambatan ekonomi yang signifikan, sehingga pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi yang sangat mungkin diambil.
Belum lama ini, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS periode Mei 2019 diumumkan sebanyak 75.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 177.000, dilansir dari Forex Factory.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 18 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps pada tahun ini berada di level 35,8%. Untuk pemangkasan sebesar 50 dan 25 bps, probabilitasnya masing-masing adalah sebesar 33,4% dan 12,4%.
Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya tersisa sebesar 1,5% saja, dari yang sebelumnya 26% pada bulan lalu.
Di tengah aura perlambatan ekonomi AS yang begitu kental terasa, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi yang paling baik. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, tingkat suku bunga kredit yang ditawarkan oleh perbankan di AS juga akan turun dan menstimulasi rumah tangga serta dunia usaha untuk menarik kredit, yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian tumbuh lebih tinggi.
Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, laju perekonomian AS yang relatif kencang tentu akan membawa dampak positif yang signifikan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+2,05%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,52%), PT Bank Mega Tbk/MEGA (+8,23%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,02%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,78%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,08%, indeks Hang Seng naik 0,73%, indeks Straits Times naik 0,81%, dan indeks Kospi naik 0,36%.
Memang, The Fed diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan kali ini. Namun, diharapkan bahwa The Fed akan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan pemangkasan tingkat suku bunga acuan selepas menggelar pertemuan selama dua hari tersebut.
Beberapa waktu yang lalu, Jerome Powell (Gubernur The Fed) telah secara gamblang memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".
"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," kata Powell, dilansir dari Reuters.
Selain itu, rilis data ekonomi AS belakangan ini semakin meyakinkan pelaku pasar bahwa sedang terjadi perlambatan ekonomi yang signifikan, sehingga pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi yang sangat mungkin diambil.
Belum lama ini, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS periode Mei 2019 diumumkan sebanyak 75.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 177.000, dilansir dari Forex Factory.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 18 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps pada tahun ini berada di level 35,8%. Untuk pemangkasan sebesar 50 dan 25 bps, probabilitasnya masing-masing adalah sebesar 33,4% dan 12,4%.
Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya tersisa sebesar 1,5% saja, dari yang sebelumnya 26% pada bulan lalu.
Di tengah aura perlambatan ekonomi AS yang begitu kental terasa, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi yang paling baik. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, tingkat suku bunga kredit yang ditawarkan oleh perbankan di AS juga akan turun dan menstimulasi rumah tangga serta dunia usaha untuk menarik kredit, yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian tumbuh lebih tinggi.
Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, laju perekonomian AS yang relatif kencang tentu akan membawa dampak positif yang signifikan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
Pages
Most Popular