Mayoritas Bursa Asia Menghijau, IHSG Malah ke Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 June 2019 09:58
Mayoritas Bursa Asia Menghijau, IHSG Malah ke Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,15% pada perdagangan hari ini (17/6/2019) ke level 6.259,54. Pada pukul 09:36 WIB, IHSG ditransaksikan menguat 0,06% ke level 6.254,11.

Namun pada perdagangan pukul 09.56 WIB, IHSG masuk ke zona merah dengan melemah 0,03%.

Kinerja IHSG belum senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona hijau pada pukul 09.36 WIB: indeks Nikkei naik 0,23%, indeks Shanghai juga naik 0,65%, indeks Hang Seng pun naik 1,38%, indeks Straits Times naik 0,1%, dan indeks Kospi naik 0,11%.

Namun Straits Times pun akhirnya minus di 0,12% pada pukul 09.56 WIB.

Sejatinya, panasnya bara perang dagang menghantui perdagangan di bursa saham Benua Kuning. Pertama, ada perang dagang AS-China. Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan dengan Presiden China Xi Jinping di gelaran KTT G-20 pada akhir bulan ini di Jepang masih juga belum jelas.


Semakin mendekati akhir bulan Juni, belum ada kepastian bahwa keduanya akan bertemu, walau memang Washington masih ingin kedua pemimpin negara bertemu guna membuka jalan menuju damai dagang.

"Namun belum ada proses formalisasi," ujar Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.

Sebelumnya, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi.

"Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat, dikutip dari Reuters.


Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.

Kedua, ada perang dagang AS-India. Mulai tanggal 5 Juni, AS memutuskan untuk menghapus fasilitas Generalized System of Preference (GSP) yang diberikan kepada India. Sejatinya, fasilitas ini membuat berbagai produk made in India bebas bea masuk di AS, di mana nilainya ditaksir mencapai US$ 5,6 miliar.

Namun, Trump memutuskan untuk meniadakan fasilitas itu karena dinilai mengancam industri dan kepentingan dalam negeri. India pun tidak terima dan membalas dengan menerapkan bea masuk untuk 28 produk AS seperti kacang almon, walnut, dan apel yang berlaku mulai minggu (16/6/2019) waktu setempat.

Dengan meletusnya perang dagang AS-India, dikhawatirkan laju perekonomian dunia akan semakin tertekan.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini membuat aksi beli dilakukan di bursa saham Asia.

Pada Rabu (19/6/2019) waktu setempat atau Kamis (20/6/2019) dini hari waktu Indonesia, The Fed dijadwalkan mengumumkan keputusan terkait tingkat suku bunga acuan terbarunya.

Walaupun Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan kolega diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan kali ini, pelaku pasar optimistis bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.


Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 16 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps (basis poin) pada tahun ini berada di level 36,2%. Untuk pemangkasan sebesar 50 dan 25 bps, probabilitasnya masing-masing adalah sebesar 33,2% dan 11,9%.

Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya tersisa sebesar 1,4% saja, dari yang sebelumnya 27,4% pada bulan lalu.

Sebelumnya, Powell memang telah memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".

"Kami tidak tahu bagaimana atau kapan isu-isu (perdagangan) ini akan terselesaikan," kata Powell, dilansir dari Reuters.

"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," lanjutnya.

Sementara itu, Presiden The Fed St. Louis James Bullard mengatakan dalam sebuah pidato bahwa pemotongan tingkat suku bunga acuan mungkin perlu segera dilakukan.

Bagi pasar saham dunia, pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed merupakan kabar positif karena akan membuka ruang bagi bank sentral negara-negara lain untuk melakukan pelonggaran yang pada akhirnya akan memacu laju pertumbuhan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ank/tas) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular